JOGJA, SMJogja.com – Pernah mendengar istilah Hirschsprung? Agak asing memang, tetapi kata ini akrab di bidang kedokteran. Pasalnya, bayi baru lahir sering menderita penyakit Hirschsprung (HSCR).
Ini merupakan penyakit kongenital (bawaan) yang menjadi salah satu penyumbang angka kematian bayi baru lahir dan anak berusia di bawah lima tahun. Bayi penderita mengalami gangguan buang air besar akibat HSCR.
”Gejalanya antara lain tidak bisa buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir. Pada balita, gejala yang muncul antara lain sembelit menahun, perut menggembung, serta terdapat gangguan pada pertumbuhan,” ungkap Prof Gunadi.
Ia menjelaskan kondisi tersebut ketika menyampaikan pidato pidato pengukuhannya dalam jabatan Guru Besar Bidang Bedah Anak Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, baru-baru ini di UGM.
Menurutnya, Hirschsprung paling sering ditemukan pada bayi baru lahir dengan insidensi global diperkirakan 1:5.000 kelahiran hidup dan lebih sering ditemukan pad alaki-laki. Namun demikian, menariknya insidensi Hirschsprung di Indonesia lebih tinggi di bandingkan populasi lain yaitu 1:3.250 kelahiran hidup.
Peningkatan Risiko
Gunadi mengatakan HSCR merupakan penyakit genetik. Sejumlah bukti menunjukkan hal itu, salah satunya angka kesintasan pasien HSCR menjadi lebih tinggi setelah ditemukan teknik pull through tahun 1984 sehingga tercipta kondisi untuk menemukan adanya transmisi HSCR familial.
Bukti lain mencatat adanya peningkatan risiko pada saudara pasien untuk menderita HSCR dibandingkan populasi umum. Selain itu, adanya rasio HSCR yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan serta adanya hubungan HSCR dengan penyakit genetik lain seperti sindrom malformasi atau anomali kromosom.
”Ini merupakan penyakit genetik kompleks yang bisa menimbulkan komplikasi Hirschsprung associated enterocolitis (HAEC) dan bersifat fatal. Dengan data stratifikasi risiko berbasis genomik, kedokteran presisi sebagai manajemen HSCR bisa terwujud,” paparnya.
Dengan begitu, kesadaran orang tua pasien terhadap risiko HSCR menjadi lebih baik, HSCR pun bisa didiganosis dan terapi lebih awal, serta terhindar dari komplikasi fatal.