JOGJA, SMJogja.com – Sampah basah menjadi persoalan di banyak tempat termasuk di Desa Girirejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Daerah yang sebagian besar masyarakatnya petani tersebut sering menyisakan sampah sayuran yang belum diolah maksimal.
”Kami sepakat membantu masyarakat Desa Girirejo agar dapat lebih sejahtera. Kampus akan membantu peralatan pengolahan sampah yang dibutuhkan sehingga sampah bisa terurai, tidak menumpuk di sana-sini,” tutur Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Dr Ir Hari Purnomo MT IPU ASEAN Eng.
Bantuan merupakan implementasi Pelaksanaan Kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi dan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) melibatkan Dosen dan Mahasiswa Program Studi Teknik Kimia. Mahasiswa dan dosen bekerja sama membuat incenerator sebagai pengolah sampah.
Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) Desa Ngablak berdiri pada tahun 2021 dan saat ini telah mampu mengolah berbagai jenis sampah lokal. Teknik pengolahan sampah diawali dengan pemilahan oleh petugas berdasarkan tipe sampah organik, sampah plastik kemasan, sampah botol bekas, dan terakhir sampah residu.
Ramah Lingkungan
Program Studi Teknik Kimia melibatkan lima program studi lainnya, Teknik Industri, Teknik Mesin, Informatika, Teknik Elektro dan Rekayasa Tekstil, berusaha membantu warga. Mereka berinisiatif bekerja sama dengan Desa Ngablak mengembangkan Insenerator Ramah Lingkungan, sebagai wujud dari Catur Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Dakwah Islamiyah.
Peralatan yang mereka buat menggunakan teknologi termal atau sering disebut insenerator. Pengolahan sampah dengan teknologi termal membutuhkan banyak energi terutama di daerah dingin seperti Ngablak. Teknologi insenerator yang mereka buat terdiri atas ruang pembakaran, pengeringan, filter gas uang dan scrubber air. Gas yang keluar menjadi bersih, tidak seperti gas pembakaran sampah biasa.
”Proses pembuatan alat memakan waktu 2,5 bulan dengan biaya Rp 20 juta. Hampir tidak ada kendala karena bahan-bahannya tersedia di sini,” imbuh Guntur Martha Baya, salah satu mahasiswa yang terlibat dalam proses pembuatannya.