JOGJA, SMJogja.com – Ajang MotoGP Mandalika, Lombok, bagai magnet, menyedot perhatian seluruh dunia. Pada saatnya, jutaan pasang mata akan menatap balap motor terbesar di jagad ini. Para pembalap sudah tiba dan tinggal tarik gas memperlihatkan kebolehannya berebut posisi di podium.
Banyak orang ingin menyaksikan secara langsung adu kecepatan dan kelihaian para pembalap, termasuk legenda balap Indonesia Tjetjep Heriyana. Pembalap yang kini berusia 83 tahun tersebut pernah malang melintang di dunia balap nasional dan internasional tahun 1970-an. Generasi saat itu pasti kenal yang namanya Tjetjep.
Keinginannya menyaksikan balap MotoGP terkendala beberapa hal. Padahal dirinya ingin sekali menyaksikan secara langsung. Bak dapat durian runtuh, Tjetjep mendapat tiket gratis menyaksikan balap MotoGP Mandalika. Ada seseorang yang membelikannya tiket supaya bisa menyaksikan balapan.
”Saya tidak menyangka ada yang membelikan tiket sehingga saya bisa menyaksikan balap secara langsung. Terima kasih Kang Emil,” tutur Tjetjep menyebut nama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang telah memberi tiket nonton ke Mandalika, Lombok.
Kang Emil, begitu sapaan akrab Ridwan Kamil, mengungkapkan tiket tersebut sebagai bentuk apresiasi kepada Tjetjep yang pada 1970-an sudah mengharumkan nama Indonesia di ajang balap motor. Ia sangat menyukai balapan bahkan terjun langsung dan sudah ke berbagai negara untuk mengikuti balap motor.
”Pak Tjetjep orang yang punya minat kuat di bidang otomotif. Prestasinya diakui dunia. Jadi, ini bentuk apresiasi dari Pemda Provinsi Jabar untuk beliau yang sudah sangat berjasa membawa nama negara,” tandasnya.
Hadiah Spesial
Tjetjep merasa tiket MotoGP merupakan hadiah spesial. Pasalnya, pada 26 Maret nanti, warga Cimahi itu memasuki usia 83 tahun. Ia sudah menyatakan akan berangkat ke Lombok namun harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara ketat karena faktor usia.
Tjetjep sangat antusias menyaksikan ajang balap kuda besi di Mandalika secara langsung. Meskipun sudah sepuh dan harus mendapat bantuan untuk beraktivitas, memorinya tentang balap tak pernah hilang. Cerita-cerita tentang balap motor hafal luar kepala.
”Sejak usia 13 tahun saya sudah menyukai balap motor. Semua saya pelajari secara otodidak dan saya sempat ke Jerman dan Italia, guna menambah ilmu tentang mesin motor,” ujarnya penuh semangat.
Ia meraih banyak trofi selama berkarir sebagai pembalap motor. Begitu banyak medali dan trofi, ia sendiri tidak ingat berapa jumlah pastinya. Ia menyebut lebih 100 medali tetapi yang tersisa hanya tinggal 10.
Prestasi tertinggi ketika menjadi juara 3 Grand Prix Macau pada tahun 1970.
Sayangnya, empat tahun setelah itu, ia terpaksa pensiun dari dunia balap motor. Kecelakaan di GP Batu Tiga, Kuala Lumpur, Malaysia, membuat kondisi fisiknya tidak dapat lagi beradu cepat di sirkuit. Kendati demikian, Tjetjep tidak pernah meninggalkan dunia balap motor sepenuhnya. Ia masih mengikuti perkembangan balap motor, mulai dari pembalap yang beradu cepat di MotoGP, perkembangan mesin hingga sirkuit terbaru Mandalika.
”Mandalika ini luar biasa, ada laut, gunung, semua berdekatan. Sangat unik dan menarik seperti di Macau,” imbuhnya sembari menerawang membayangkan menyaksikan langsung jagoan motor dunia beradu skill dan strategi di Mandalika.