JOGJA, SMJogja.com – Industrik batik mengalami pasang surut. Kain khas ini sempat bagaikan mati suri akibat gempuran kain impor dengan motif tidak jelas. Batik bangkit kembali setelah para pemangku kepentingan berusaha keras mengangkat derajat kain karya perajin lokal tersebut.
Salah satu sentra industri batik lokal ada di Giriloyo, Bantul, DIY. Di sana, hampir penghuni setiap rumah merupakan perajin batik. Sebagian besar batik tulis, karena sejak dulu warga di sini terutama perempuan, memang memiliki keahlian membatik. Membatik merupakan aktivitas sehari-hari di samping bertani dan berkebun.
Di Giriloyo, ada satu perajin batik tulis yang mencoba kreasi baru. Akhyar Muzaki, laki-laki berusia 34 tahun tersebut mencoba membidik generasi milenial, keluar dari pakem membuat desain kontemporer kekinian. Kendati demikian, ia tidak melupakan gaya konvensional dan masih membuat karya-karya legendaris batik tulis khas Jogja.
”Sejak kecil sudah kenal batik tapi aktif memperhatikan dan ikut membatik mulai kelas 2 SMA. Di sini, membatik merupakan kegiatan sehari-hari terutama ibu-ibu, jadi pengaruh lingkungan sangat kuat,” tutur Akhyar yang selama pandemi Covid-19 tetap berkarya dengan segala kendala.
Ia belajar membatik secara otodidak, melihat dari orang tuanya saat berkarya dan tetangga-tetangga. Apalagi di sana juga ada ada tempat khusus bagi para pembatik yang kadang-kadang melakukan aktivitas bersama. Berawal dari melihat ibu dan kakak memegang canting, ia tertarik.
Semula memang hanya belajar batik tulis pakem, namun perlahan ia mulai membaca buku-buku tentang batik. Ia juga mencari referensi dari mana-mana termasuk dunia maya yang kaya informasi. Tak puas, mulailah ia berkreasi sendiri mengembangkan batik kontemporer dan pop art, senada dengan generasinya.
Sambutan Positif
Batik kontemporer dan pop art ternyata mendapat sambutan positif dari anak-anak muda. Ia selalu berkreasi membuat pola-pola baru yang beda dari perajin lainnya. Di kompleksnya, jarang yang mau membuat batik kontemporer apalagi pop art. Kebanyakan masih berpatokan pada batik pakem konvensional.
”Batik gaya pop art, minimalis, banyak penggemarnya. Saya juga mulai mengembangkan batik wajah. Seseorang bisa memakai baju batik bergambar wajah sendiri atau wajah tokoh tertentu,” ujar lulusan SMA Negeri 1 Imogiri tersebut.
Akhyar sudah mencoba membatik beberapa wajah tokoh antara lain mantan Presiden RI Gus Dur, Mr Bean dan lainnya. Nah, yang terbaru, ia membuat batik Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Proses membuat batik wajah cukup rumit karena harus benar-benar menyesuaikan dengan keinginan pemesan. ia mencontohkan pada karya wajah Airlangga, berkali-kali harus melakukan perubahan agar hasilnya maksimal.
Ada kebangaan tersendiri ketika seseorang memakai batik bergambar wajah. Dengan catatan, gambar wajah benar-benar mirip asli dan keluar karakter sehingga seolah-olah hidup. Risikonya, proses pembuatan lama dan memerlukan konsentrasi tinggi. Sedikit saja ada gangguan, misal sedang galau, ia tak berani menyentuh peralatan membatik. Maklum, bisa-bisa hasilnya ambyar.
”Seperti pada waktu membuat batik wajah Airlangga, saya harus terus mengkomunikasikan dengan pemesan begitu pula ketika membatik wajah Gus Dur. Mereka tokoh nasional, saya berusaha supaya hasilnya bagus,” tandasnya.