JOGJA, SMJogja.com – Cerita dalam novel tidak selamanya dalam lembaran kertas. Cerita tersebut dapat diangkat ke dalam karta seni bergerak seperti yang dilakukan koreografer Bimo Wiwohatmo. Ia berkolaborasi dengan Gandung Djatmiko, mengangkat novel ”Bocah Bajang Mengayun Rembulan” karya budayawan Dr Sindhunata ke atas pentas.
Pentas berlangsung di Gedung Laboratorium Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta, 17 Oktober dan di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY), 19 Oktober 2022. Pentas tari ini merupakan produksi Bimo Dance Theater bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ISI, TBY dan Sukun.
Pimpinan Produksi, Ian Mutex mengungkapkan tim artistik tari ”Bedhayan Bocah Bajang” yakni perancang tari dan musik Gandung Djatmiko, perancang busana Nita Azhar, perancang topeng Rommi Iskandar, perancang artistik Beni Susilo Wardoyo bersama Ujang Irwanto, Jibna Setong, Pendi Nurcahyo, Bahar Sumunar.
Novel Terbaru
Bimo menjelaskan, tari ”Bedhayan Bocah Bajang” berdurasi satu jam terinspirasi dari cerita novel terbaru karya Sindhunata berjudul ”Anak Bajang Mengayun Bulan”. Novel mengangkat cerita Sukrasana dan Sumantri terbit setelah 40 tahun ”Anak Bajang Menggiring Angin” yang fenomenal.
Kisah kakak beradik tersebut, direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertemuan hal-hal yang kontradiktif seolah menyatakan dualisme saling bertentangan dan kompleks. Pentas kali ini berpijak dari akar tradisi, dengan pengembangan elemen artistik prinsip kebebasan berekspresi berkarya inovatif menyesuaikan tuntutan zaman.
”Ini kolaborasi yang luar biasa, sebuah seni sastra dibaca dan diterjemahkan menjadi pentas seni tari. Itulah seni. Bagi saya dalam hal garapan seni tari, silakan mengeksplorasi simbol-simbol dan hal yang mengesankan untuk dipentaskan dalam karya gerak tari,” imbuh Sindhunata.
Butet Kartaredjasa menambahkan dalam kesenian tidak ada batas teroteri, semua cabang seni merupakan media berekspresi. Koreografi-koreografi karya Bimo menurutnya adalah seni rupa yang bergerak.