SLEMAN, SMJogja.com – Produksi beras di Kabupaten Sleman terancam defisit jika kondisi boros pangan terus terjadi. Dengan jumlah penduduk sekitar 1,2 juta jiwa, diasumsikan pangan beras yang terbuang setiap tahunnya mencapai 24,7 ton.
Angka itu dihitung berdasar asumsi setiap orang menyisakan satu butir ketika mengkonsumsi nasi. Sebagai gambarannya, di dalam satu kilogram terdapat 50 ribu butir beras. Adapun konsumsi beras masyarakat Sleman tercatat sebesar 171,92 gram per kapita.
“Bahan pangan kita yang terbuang sangat banyak. Jika kondisi terus seperti ini, diperkirakan Sleman akan mengalami defisit beras pada tahun 2032-2033,” kata Plt Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman Suparmono, Jumat (11/2).
Beberapa tahun belakangan, produksi beras di Bumi Sembada terus turun. Saat ini, angka surplus hanya di kisaran 70 ribu ton padahal sebelumnya bisa sampai 100 ribu ton. Merosotnya volume produksi itu terutama disebabkan alih fungsi lahan pertanian. Sementara, jumlah penduduk terus meningkat sehingga mengakibatkan kebutuhan pangan menjadi naik.
“Sebagian surplus beras juga didistribusikan ke luar daerah. Jika sampai terjadi defisit akan merugikan masyarakat dan pemerintah,” ujarnya.
Selama ini, sambung Pram, pemenuhan pangan cenderung hanya dilakukan lewat sisi produksi termasuk langkah intensifikasi pertanian. Namun mulai sekarang, upaya itu ditambah dengan gerakan stop boros pangan yang dicanangkan bertepatan Hari Pangan Sedunia tanggal 16 Oktober 2021.
“Tahun kemarin, Bupati membuat gerakan stop boros pangan yang dimulai dari diri kita. Tujuannya agar kebutuhan pangan bisa tercapai dari sisi produksi maupun konsumsi,” terangnya.
Gerakan ini diawali dengan menyebarluaskan video sosialisasi. Diharapkan ajakan itu bisa menggugah kesadaran masyarakat. “Ini adalah gerakan jangka panjang. Hasilnya tidak bisa instan,” ucap Pram.