Cegah Anak Jadi Korban, Masukkan Risiko Siber dalam Kurikulum

Anggota DPR RI, Sukamta PhD / dok dpr.go.id

JOGJA, SMJogja.com – Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat pesat. Terlebih pada pandemi Covid-19 ini. Semua serba internet. Ada hal positif dari perkembangan tersebut tetapi tidak sedikit dampak negatifnya. Karena itu, perlu memasukkan risiko siber ke dalam kurikulum sekolah.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof Kalamullah Ramli mengungkapkan gagasannya dalam Seminar Merajut Nusantara. Seminar merupakan kerja sama Kominfo dan DPR RI yang bertajuk Bakti Kominfo. Seminar membahas keamanan anak di era digital.

”Selama ini sangat banyak pembahasan tentang positifnya internet tetapi risiko negatifnya belum begitu mendapat perhatian. Terutama risiko yang bisa menimpa anak-anak,” tandas Kalamullah yang berbicara secara daring.

Ia mengusulkan supaya kurikulum pendidikan dari pendidikan dini hingga tinggi memasukkan risiko siber. Jadi, mereka tak hanya mengetahui dampak positifnya yang memang banyak namun memahami unsur negatifnya yang juga tidak sedikit.

Read More

Menurutnya, anak-anak harus mengenal dan mengetahui risiko berinternet. Sudah banyak yang menjadi korban mulai dari perundungan, pelecehan, penculikan dan lainnya. Ia berharap pemerintah lebih serius memperhatikan dampak negatif tersebut.

Kecanduan Internet

Narasumber lain, anggota DPR RI, Sukamta PhD juga mengungkapkan keprihatinannya atas dampak negatif internet pada anak-anak. Ia mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan 88,99 persen anak-anak sudah pernah mengakses internet terutama untuk media sosial.

”Anak yang mengakses untuk kepentingan berita atau informasi mencapai 66,13 persen, mengakses untuk hiburan 63,08 persen. Namun yang mengakses untuk pendidikan atau tugas sekolah sebanyak 33, 04 persen,” papar wakil rakyat dari Dapil DIY itu.

Pengenalan anak pada dunia internet menurutnya mengandung risiko. Berbagai penelitian penyebutkan ada anak yang kecanduan internet, bermain game, terlibat perundungan, menjadi korban kejahatan seksual dan lainnya. Tidak sedikit yang terlibat menjadi korban pelecehan, perdagangan anak, pronografi.

Ia mengatakan, ada tiga pihak yang harus memberi perhatian dan mendampingi anak-anak. Mereka yakni orangtua, sekolah dan pemerintah. Orangtua memiliki peran sentral melakukan pendampingan anak, memberi edukasi internet yang sehat.

”Begitu pula sekolah yang harus memberi edukasi pentingnya internet untuk kegiatan pendidikan dan pengembangan kreativitas. Pemerintah bertugas aktif memantau berbagai aktivitas di dunia maya terutama yang mengarah pada kejahatan siber,” tegas Sukamta.

Related posts

Leave a Reply