SLEMAN, SMJogja.com – Seiring maraknya penggunaan media sosial, informasi palsu atau hoaks kerap bermunculan. Ketika kabar bohong menyebar dan tidak terbendung, maka perlu dilakukan konter melalui narasi tandingan secara massal untuk meluruskan informasi tersebut.
“Disini, pengguna media sosial yang mempunyai kesadaran etis terhadap dampak buruk informasi palsu, dapat secara kolektif melakukannya. Pengguna ini tidak memihak salah satu pihak,” kata Rektor UII Prof Fathul Wahid saat penyampaian pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Sistem Informasi Fakultas Teknologi Industri UII, Senin (30/5).
Fathul melanjutkan, peran pengguna medsos yang tercerahkan itu tentu bukan tanpa resiko. Yang bersangkutan berpotensi menjadi musuh para pihak yang tidak terbuka terhadap keragaman perspektif. Di lain sisi meski koreksi informasi seperti ini tidak selalu mengubah kepercayaan orang, namun setidaknya harus tetap optimistis.
Pada pidatonya, Fathul juga menguraikan tentang peristiwa di beberapa negara yang memanfaatkan medsos berfungsi sebagai penyubur demokrasi. Salah satunya adalah isu cicak vs buaya yang santer pada tahun 2009. Kala itu, isu yang melibatkan ketegangan antara KPK dan Polri ini memunculkan gerakan sejuta Facebooker mendukung petinggi KPK.
Alih-alih, medsos juga bisa menjadi pengubur demokrasi. Fathul mengambil contoh kasus keterlibatan pasukan siber dalam pembentukan opini publik ketika proses revisi UU KPK. “Banyak fakta lain yang bisa dihadirkan untuk membuktikan penggunaan medsos dengan tujuan manipulatif. Termasuk diantaranya adalah pertarungan antar kubu ketika menyikapi suatu isu nasional,” ujarnya.
Pada kesempatan sama dilakukan pula pengukuhan Dosen Fakultas Hukum UII, Prof Budi Agus Riswandi sebagai Guru Besar Teknologi Blockchain, Hak Cipta, dan Islam. Dalam kesimpulan pidatonya, Budi menilai kehadiran teknologi blockchain merupakan keniscayaan di era digital ini.
Dilihat dari sisi positif, kehadiran blockchain menawarkan cara kreatif dan inovatif untuk menjawab tantangan kehidupan. Isu hak cipta yang banyak muncul akibat perkembangan teknologi internet merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh bidang hukum.
“Teknologi blockchain dalam konteks ini diyakini memiliki relevansi guna menyelesaikan isu hak cipta,” tandasnya.
Disamping itu, pemanfaatan blockchain juga akan menguatkan perlindungan dan pengelolaan hak cipta itu sendiri yang berlaku secara universal.