Ecoprint pada Kulit, Alami dan Indah

Warna indah hasil ecoprint / dok UNY

JOGJA, SMJogja.com – Pewarnaan alami menjadi kebutuhan para perajin kain, batik dan sejenisnya. Pasalnya, pewarnaan alami atau ecoprint merupakan teknik pewarnaan dengan menggunakan bahan pewarna alam. Teknik pewarnaannya, mentransfer warna dan bentuk pada media melalui kontak langsung.

Penerapan teknik ecoprint langsung pada permukaan kain dan menghasilkan motif dengan berbagai macam bentuk dan warna. Produknya memiliki nilai ekonomi tinggi padahal hanya dengan memanfaatkan bahan alam yang ada di lingkungan sekitar.

Ecoprint tidak hanya berlaku pada kain namum juga berbagai macam media salah satunya kulit. Inilah yang menjadi fokus penelitian mahasiswa Prodi Pendidikan Kriya Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Novi Saraswati.

Novi menuturkan ada dua kelompok besar jenis kulit. Pertama, kulit yang telah mengalami proses pengolahan penyamakan yakni leather atau kulit-jadi (kulit tersamak). Kedua, kulit yang belum mengalami pengolahan dengan bahan kimiawi.

Read More

”Jenis kulit pertama untuk bahan baku industri persepatuan dan non persepatuan, yang pada umumnya merupakan barang-barang terpakai atau fungsional. Sehingga masih alami dan merupakan bahan mentah,” jelasnya. Jenis kulit yang kedua, biasanya untuk seni tatah sungging sebagai bahan utama. Kulit yang masih alami ini dalam dunia perkulitan sebutannya kulit perkamen.

Batik Kampung

Novi melakukan penelitiannya di home industry Batik Kampung Ngadiwinatan, Ngampilan, Yogyakarta. Bengkel Batik Kampung merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang kerajinan atau kriya tekstil dan kulit.

Awalnya, bengkel Batik Kampung hanya menerapkan teknik pewarnaan ecoprint pada kain. Hingga pada akhir tahun 2018 mulai berkembang menggunakan kulit sebagai media menerapkan teknik tersebut.

”Bahan baku untuk pewarnaan di Bengkel Batik Kampung adalah kulit domba, tawas, tunjung, kain katun, cuka, soda abu, plastik wrap, air, tali rafia. Bunga menggunakan bunga kenikir, kamboja, pucuk daun jati, daun lanang, daun jarak wulung, daun kalpataru, daun papaya jepang,” papar Novi. Semua bahan ada di sekitar, tak perlu mencari jauh-jauh.

Bersihkan Kotoran

Prosesnya, ia menceritakan, berawal mordanting yaitu meningkatkan daya serap kulit terhadap zat pewarna alami. Selain itu juga membersihkan dan membuka pori-pori kulit sehingga warna bisa maksimal. Berikutnya, mengolah kulit dan daun.

Pengolahan daun bertujuan membersihkan segala kotoran yang menempel. Kelak, warna yang keluar lebih pekat dan maksimal. Ada beberapa jenis daun yang tidak perlu pengolahan seperti daun lanang dan daun jati.

Selain itu semua jenis bunga juga tidak perlu melalui proses pengolahan. Proses ecoprint berlanjut ke teknik menutup kulit dengan kain katun yang telah ada pewarna alaminya (iron blanket), pengukusan dan finishing.

”Hasil karya ecoprint di media kulit ini dapat menjadi berbagai macam kerajinan antara lain sepatu, tas, bahkan busana seperti rompi kulit, baju perempuan, kemeja atau celana. Bisa sangat variatif,” Novi yang juga lulusan SMKN 1 Kalasan.

Related posts

Leave a Reply