SLEMAN, SMJogja.com – Pembangunan adalah keniscayaan, dan penjaminan keberlanjutan menjadi suatu kebutuhan. Hal ini sebagai respon atas degradasi dan bencana lingkungan yang terus hadir tanpa jeda serta antisipasi kehidupan generasi mendatang.
Konsep pembangunan berkelanjutan telah menjadi kesepakatan global dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pada kurun waktu 2000-2015 telah disepakati penerapan Millenium Development Goals (MDGs). Selanjutnya sejak 2015 hingga 2030 berlaku Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs).
“Ilmu pengetahuan dan teknologi lingkungan sangat diharapkan kontribusinya bagi pencapaian SDGs. Teknologi dapat dioptimalkan dalam perbaikan lingkungan,” kata dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Widodo Brontowiyono saat menyampaikan pidato pengukuhan profesor di Auditorium Abdul Kahar Mudzakkir UII, Jumat (19/5/2023).
Lebih lanjut, dia menjelaskan, pendekatan teknologi dapat dilakukan dalam upaya pencegahan polusi, produksi bersih dan perbaikan sumberdaya. Sedangkan tujuan penggunaan teknologi lingkungan antara lain dapat digunakan dalam perlindungan kesehatan lingkungan, perlindungan ekosistem, dan restorasi ekosistem.
Namun demikian, seiring dengan kemajuan teknologi, berbagai persoalan lingkungan terus muncul. Yang paling mutakhir adalah pemanasan global dan perubahan iklim. Sebagian data menunjukkan saat kondisi pandemi Covid-19 dimana aktifitas manusia dan penggunaan teknologi berkurang drastris, justru kondisi kualitas udara di kawasan perkotaan Yogyakarta mengalami perbaikan dibandingkan sebelumnya. Demikian juga sebagian belahan bumi lainnya, juga menunjukkan kondisi yang hampir sama.
Mendasarkan hal tersebut, maka pencapaian SDGs tidak bisa hanya mengandalkan iptek. Perlu sentuhan fundamental guna menyadarkan dan menuntuk manusia dalam mengembangkan dan menerapkan iptek lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif.
“Aspek paling fundamental yang dimiliki manusia adalah agama dan budaya. Dengan demikian pendekatan ekospritiualisme dan ekomultikulturalisme layak diperhatikan penerapannya,” ujar Widodo.
Semua agama memiliki konsep aplikatif dalam melestarikan lingkungan dan menjalankan pembangunan. Semua budaya di nusantara juga memiliki nilai-nilai yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
Pendekatan ekospiritualisme dan ekomultikulturalisme selain menambah khasanah keilmuan aplikatif, juga diharapkan dapat menjadi bahan akademik bagi pengambil kebijakan.
Beberapa ide praktis dapat dipertimbangkan untuk diterapkan. Semisal penguatan penerapan green building, ekoefisiensi dan energi ramah lingkungan, pengembangan fasilitas pemanenan air hujan, daur ulang air limbah, dan penguatan penggunaan botol air minum mandiri. Contoh lainnya adalah maksimalisasi konsumsi makanan tanpa box, pelaksanaan pengajian atau ceramah tematik bertema lingkungan dan budaya, serta pendidikan dan pelatihan bagi da’i terkait materi ekospiritualisme dan multikulturalisme.