Hentikan Tradisi Brandhu, Jangan Ada Lagi Korban Antraks

Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono PhD / Agung PW

JOGJA, SMJogja.com – Beberapa waktu lalul, muncul kasus antraks di Gunungkidul yang mengakibatkan tiga orang meninggal dan puluhan lainnya terpapar. Penyebab penyebaran antraks diduga akibat tradisi brandhu, membagikan daging hewan dan masyarakat yang memperoleh daging mengganti dengan sejumlah uang. Nilainya sukarela sesuai kemampuan penerima daging.

Tradisi brandhu sudah ada sejak lama sebagai salah satu bentuk solidaritas dan gotong royong masyarakat setempat. Mereka bersimpati dan peduli pada warga yang kehilangan hewan ternaknya dengan sistem seperti barter, mendapat daging dan menyumbang uang.

”Tujuan brandhu baik tetapi ada negatifnya juga ketika hewan yang disembelih adalah hewan yang sakit dan ternyata terpapar antraks. Ini menjadi sumber penularan,” ungkap Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari yang membidangi persoalan tersebut.

Brandhu dapat membahayakan masyarakat karena memperbesar risiko antraks. Karena itu, harusnya muncul mitigasi risiko kesehatan berbasis budaya. Ia menyarankan Pemerintah membuka selebar mungkin ruang partisipasi agar kolaborasi pencegahan dapat dilakukan.

Read More

Hentikan Brandhu

Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono PhD menegaskan pentingnya pemahaman, kesadaran, serta upaya bersama dalam penanganan antraks agar tidak lagi menimbulkan korban.

Kebiasaan memotong dan membagi-bagikan daging hewan yang mati karena sakit atau brandhu, menurutnya, merupakan salah satu kebiasaan yang berbahaya sehingga harus dihentikan.

Andriana menegaskan penanganan antraks harus tepat sesuai prosedur supaya tidak terjadi penularan. Standar operasional penanganan antraks menurutnya meliputi radius pelaksanaan vaksinasi, cara mengubur bangkai, pembakaran bangkai dan lain-lain. Mengubur bangkai hewan terkena antraks pada kedalaman dua hingga tiga meter.

”Cara pembakaran yang baik menurut para pakar menggunakan onsite incinerator (mobile) sampai menjadi abu. Daerah endemis perlu mobile incinerator tersebut,” ujar Andriana.

Pilihan menguburkan pun ada tata caranya. Tempat penguburan wajib ada tanda, supaya identitas lokasi tidak sampai hilang. Teknologi memungkinkan ada data GPSnya.

Hal ini penting untuk mengantisipasi pemanfaatan lahan di masa mendatang, khususnya untuk kegiatan peternakan. Pasalnya, dalam penelitian di Afrika, spora mampu bertahan hingga 250 tahun.

Ia berharap masyarakat selalu mewaspadai ketika hewan ternak sakit, pemilik segera menghubungi instansi terkait. Ia mengingatkan jangan lagi menyembelih ternak sakit dan membagi-bagikan dagingnya ke warga.

Related posts

Leave a Reply