JOGJA, SMJogja.com – Moderasi beragama merupakan salah satu Program Prioritas RPJMN 2020-2024. Pemerintah menurunkan program menjadi kegiatan prioritas. Masyarakat hendaknya memberi dukungan agar program dapat berjalan di tengah menguatnya formasi sosial yang mengatasnamakan agama di berbagai belahan dunia khususnya Indonesia.
Direktur Pusat Studi ISAIs UIN Sunan Kalijaga, Ahmad Anfasul Marom, mengungkapkan hal itu pada Orientasi Penguatan Moderasi Beragama di kalangan pejabat administrator UIN Sunan Kalijaga. Kegiatan berlangsung di Pusat Studi Islam Asia Tenggara, ISAIs (Institute of Southeast Asian Islam).
Hadir sebagai pemateri Ketua Pokja Moderasi Beragama Kementerian Agama Alisa Wahid, Menteri Agama periode 2014-2019 bapak Dr H Lukman Hakim Saifuddin, dan Guru Besar Ilmu Tafsir Prof Sahiron Syamsudin.
”Beberapa bulan lalu, terdengar penyalahgunaan kotak amal yang terhubung dengan jaringan terrorisme. Bahkan yang baru saja terjadi ini juga sama yakni lembaga filantropi ternyata mengalahgunakan kegiatannya. Belum lagi praktik-praktik beragama lainnya yang turut menyumbangkan potret buram moderasi beragama seperti penolakan pendirian rumah ibadah, pemaksaan jilbab dan kekerasan seksual,” papar Ahmad.
Gerakan Sistemik
Ia menjelaskan kalau dirunut ke belakang, sebenarnya gagasan moderasi beragama telah diiniasi oleh Lukman Hakim Saifuddin sejak 2016. Saat itu banyak sekali hoak dan ujaran kebencian di tengah tahapan Pilgub DKI dan Pilpres 2019. Polarisasi masyarakat sangat terasa namun gagasan itu baru bisa menjadi kebijakan RPJMN pada tahun 2020.
Alisa Wahid mengingatkan pogram moderasi beragama tidak ditangkap sama dengan model pelatihan-pelatihan kementerian umumnya. Ini harus menjadi gerakan yang sistemik bagi Pemerintah untuk memperkuat perspektif moderasi beragama birokrasinya dalam melayani masyarakat. Khususnya kementerian agama selaku leading sector.
”Jadi model pelatihan ini berbeda dengan mode-model pelatihan ASN biasanya. Peserta akan diajak menyelami persoalannya sendiri dengan alat analisis sosial gunung es,” imbuh Ahmad.
Mereka Kemudian bersama-sama memperbaiki mental model dan struktur birokrasi yang selama ini turut membentuk layanan publik yang tidak imparsial alias tidak moderat.
Ia berhapap dengan materi-materi kunci seperti udar asumsi, analisis gunung es, sketsa keberagamaan, dan membangun gerakan kepeloporan turut memperkuat perspektif dan mental model baru para peserta.