Ironi Ketahanan Pangan Indonesia, Saatnya Kaum Muda Bertani

Narasumber menyampaikan gagasan ketahanan pangan / ist

JOGJA, SMJogja.com – Krisis mulai melanda sejumlah negara, termasuk krisis pangan. Ini terjadi karena tiga hal yang menjadi penyebab krisis pangan di dunia. Pertama, kondisi pasca pandemi Covid-19, adanya masalah geopolitik antara Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim yang turut mempengaruhi keberlangsungan ketahanan pangan di seluruh dunia.

Bagaimana kondisi ketahanan pangan di Indonesia? Ketahanan pangan di Indonesia masih menjadi ironi di tengah maraknya impor gandum dan kacang-kacangan yang sangat besar.

”Indonesia menjadi negara dengan panen raya berlimpah akibat keberagaman tanaman dan makanan yang ada. Namun hal ini sungguh ironi dengan impor besar-besaran pada gandum dan kacang-kacangan,” ungkap Ketua Slow Food Jogjakarta, Amalia.

Ia menyampaikan pandangannya dalam talkshow memperingati Hari Pangan Sedunia dan Student Fair Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LPKA UMY). Talkshow turut mengangkat tema ”Explore, Experience, Expand” di Gedung Sportorium UMY.

Read More

Memilah Makanan

Menurutnya penting memilah makanan sekaligus berpartisipasi dalam mempertahankan pangan. Makanan menjadi sumber energi utama dalam tubuh dan juga menjadi salah satu obat mujarab. Karena itu semua orang harus pinta memilah makanan yang akan dimakan, termasuk dari mana makanan itu berasal sampai proses pengolahan.

Petani pisang, Lasiyo Syaifuddin yang juga menjadi narasumber menyampaikan pada generasi muda pentingnya menerapkan ketahanan pangan dengan mencoba bertani dari sekarang. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mempertahankan pangan yakni bertani.

”Mulailah mencoba untuk bertani kapan saja, bertani tidak selalu susah, buktinya saya bisa mengembangkan ladang pisang. Bermodalkan pisang saya bisa mengolah limbah menjadi rupiah,” tandasnya.

Related posts

Leave a Reply