JOGJA, SMJogja.com – Setelah kasus dugaan pemaksaan pemakaian busana tertentu di Bantul, kini muncul informasi yang sama juga di wilayah tersebut. Aktivis Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menemukan dugaan intimidasi pada siswi di sebuah sekolah.
Ketua DPD PSI Bantul, Almira mengungkapkan pihaknya mencoba memberi dukungan moral dengan mengunjungi siswi tersebut. Ia mendapat cerita dari siswi itu secara langsung.
”Anak tersebut menceritakan intimidasi yang ia alami bermula dari project membuat video clip lomba menyanyi untuk mewakili sekolah di tingkat kabupaten,” tutur Almira.
Ia mengatakan sebenarnya siswi tersebut menggunakan jilbab setiap hari. Saat keperluan pembuatan video clip, ia tidak memakai jilbab karena sudah menjadi kesepakatan sehingga ia tidak mengenakan jilbab sejak pagi.
Muncul Masalah
Ketika pelajaran, guru melihatnya tidak memakai jilbab. Guru tersebut memanggil dan menanyai agama anak didiknya. Guru juga menunjukkan ayat-ayat kitab suci yang melarang wanita muslim melepas jilbab. Akibatnya, anak menjadi tertekan.
”Saya beri dukungan moral siswi. Saya sampaikan, saya juga muslim, pakai jilbab, tapi penggunaan jilbab tidak seharusnya dipaksakan, apalagi sampai menimbulkan trauma,” tandas Almira.
Menurutnya bimbingan dan atribut keagamaan adalah hak orang tua. Sebaiknya semua pihak menjaga kerukunan dan menghargai perbedaan dengan menjalankan porsi masing-masing.
”Sudah ada aturan penggunaan seragam dan atribut keagamaan dalam Permendikbud no.45 tahun 2014,” imbuhnya.
Juru Bicara PSI DIY, Risa Karmida menambahkan meskipun saat ini kasusnya sudah diselesaikan secara kekeluargaan, namun Pemerintah melalui dinas terkait perlu memastikan peristiwa serupa tidak terulang.
”Kami berharap ke depannya ada pembinaan bagi guru-guru sekolah, terutama sekolah negeri, mata pelajaran apapun mengenai pluralisme dan kebebasan beragama. Ini agar sekolah negeri menjadi tempat yang nyaman bagi semua siswa dari berbagai kalangan seperti dulu,” pintanya.