Jamasan Pusaka, Hargai Warisan Leluhur

SLEMAN, SMJogja.com – Jamasan atau siraman pusaka Tombak Kyai Turunsih memiliki makna sebagai pengingat untuk menyucikan hati dan pikiran. Pusaka Tombak Kyai Turunsih sendiri merupakan simbol welas asih di Kabupaten Sleman.

“Jangan disalahtafsirkan bahwa jamasan tentang kepercayaan terhadap hal-hal berbau klenik, melainkan untuk menghargai yang sudah diwariskan oleh leluhur,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman Aji Wulantara saat jamasan pusaka di Pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman, Jumat (11/8).

Tombak Kyai Turunsih menjadi salah satu pusaka yang turut dijamas pada kesempatan itu. Pusaka Turunsih merupakan pemberikan Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat Hari Jadi Sleman ke – 85 pada 15 Mei 1999. Penjamasan tersebut rutin dilakukan setiap Bulan Sura dalam Kalender Jawa, dengan urutan setelah pusaka-pusaka yang ada di Keraton Yogyakarta telah dijamas terlebih dahulu.

Pusaka Tombak Kyai Turunsih memiliki Pamor Beras Wutah. Pamor itu perlu dimaknai oleh pemimpin dan masyarakat agar memiliki jiwa mencintai sesama dan mengedepankan nilai welas asih atau kasih sayang. Pamor Beras Wutah juga bermakna bahwa Kabupaten Sleman sebagai lumbung berasnya DIY yang harus senantiasa dijaga nilai agrarisnya.

Read More

Aji pun berpesan kepada seluruh generasi agar menghargai pusaka sebagai warisan nenek moyang yang sarat makna.
“Sebaiknya pola pikir kita jangan hanya memandang kondisi sekarang saja, tetapi perlu melihat kondisi yang dilakukan oleh orang – orang terdahulu, yang bisa diambil untuk kesempurnaan di masa kini,” katanya.

Seperti dicontohkan, pengambilan pusaka Kyai Tombak Turunsih diinisiasikan pada jam 09.00 WIB yang berarti memiliki arti nilai sempurna dalam kepercayaan orang jawa. Siraman pusaka ini menggunakan air kembang setaman yang bermakna agar pusaka senantiasa harum. Setelah itu dioleskan minyak cendana atau kantil untuk menghilangkan karat.

Related posts

Leave a Reply