Kearifan Lokal sebagai Aset Pengembangan Wisata Budaya

Oleh : Drs H Widodo, MM

Kepala Divisi Keuangan, Badan Pelaksana Otorita Borobudur

Hakekat kearifan lokal adalah ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat yang  diturunkan dari generasi ke generasi. Lebih lanjut, kearifan lokal juga didefinisikan sebagai kemampuan beradaptasi, menata, dan menumbuhkembangkan pengaruh alam serta budaya  lain yang  menjadi motor penggerak transformasi dan penciptaan keanekaragaman budaya.

Beberapa potret kearifan lokal yang ada di Indonesia antara lain grebeg syawal di Kraton Yogyakarta dan Surakarta, grebeg sudiro di Solo, kirab pusaka kraton, seren taun di Jawa Barat, potong rambut gimbal di Dieng, pesta ogoh-ogoh di Bali, naik dangau di Pontianak, lompat batu di Nias, bau nyale di Lombok, pasola di NTT,  bakar tongkang di Riau, seba di Badui, dan lain-lain. Keragaman tersebut menjadi  kekayaan warisan budaya Indonesia yang bernilai adi luhur  di bawah payung kebesaran Bhineka Tunggal Ika.

Read More

Dalam perkembangannya, kearifan lokal tersebut tumbuh subur sebagai entitas di lingkup masyarakat tertentu hingga menjadi  identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa, yang kemudian bangsa tersebut mampu menyerap bahkan mengakultarasikan kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Agar kearifan lokal ini tetap bisa hidup terpelihara dan eksis di tengah-tengah masyarakat pendukungnya,  serta mampu membentengi diri dari  gempuran derasnya arus kemajuan tehnologi dan informasi, maka diperlukan upaya-upaya strategis untuk melestarikannya.  Salah satu upaya tersebut adalah dengan memeperkuat masyarakat pemangku kepentingan kearifan lokal untuk memupuk a sense of belonging.

Selain itu perlu dilakukan penyebarluasan informasi dan merevitalisasi event-event tradisional masyarakat dengan bentuk atraksi yang bercita rasa masa kini.  Melestarikan budaya masyarakat yang memiliki nilai kearifan lokal memang bukan seperti merawat barang antik, akan tetapi bagaikan  merawat bunga di taman.  Kita mesti rajin memupuknya, menangkarkan, memberikan vitamin/suplemen ataupun mengganti media tanamnya,  supaya bunga tetap segar dan harum baunya serta tidak mudah layu, sehingga siapapun yang melihat bunga itu ingin memetiknya, paling tidak menciumnya.  Demikian juga dengan kearifan lokal,  semakin di rawat, semakin lestari.

Pariwisata Berbasis Budaya

Pariwisata berbasis budaya (cultural tourism) merupakan jenis kegiatan pariwisata yang memanfaatkan kebudayaan sebagai objek wisata yang dikunjungi oleh wisatawan. Di destinasi wisata tersebut, wisatawan akan disuguhi aneka ragam budaya dan secara tidak langsung wisatawan bisa menikmati estetika budaya masyarakat  sekaligus bisa mempelajari berbagai kebudayaan yang hidup dan berkembang di masyarakat tertentu.  

Dari keberadaan cultural tourism  ini,  berbagai khasanah budaya tanah air  tentu akan menjadi aset yang luar biasa dan tak akan pernah habis di dulang meskipun berkali-kali.  Ada dua manfaat yang bisa di petik dari pengembangan pariwisata budaya. Pertama, budaya yang memiliki legacy dapat dimanfaatkan sebagai objek daya tarik wisata dan  yang ke dua, dengan secara tidak langsung kita sudah turut ambil bagian dalam  melestarikan budaya warisan nenek moyang. 

Ibarat sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, demikian juga dengan pengembangan wisata budaya, di satu sisi  pariwisata dapat mengorkestrasi warisan budaya sebagai objek daya tarik wisata, dan di sisi lainnya, dengan aktivitas pariwisata budaya berarti kita telah menunjukan kepada mayarakat luas atas kepedulian dan tanggung jawab kita sebagai generasi muda untuk berperan aktif dalam upaya melestarikan budaya bangsa. Kita ketahui bersama bahwa antara pariwisata  budaya dan kearifan lokal merupakan dua hal yang selalu berkaitan dan menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, keduanya saling mengisi dan saling menguatkan keberadaannya masing-masing. 

Dengan demikian harmonisasi  kearifan lokal yang dioptimalisasikan sebagai aset pengembangan wisata budaya akan menciptakan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism). Implikasinya terhadap masyarakat, akan  menambah lapangan pekerjaan, dan  perputaran roda ekonomi akan semakin meningkat, serta  karakter budaya bangsa akan semakin kuat. 

Di era milenial yang ditandai dengan semua aspek kehidupan di masyarakat serba digitalisasi, komputerisasi, informasi dan tehnologi  canggih, serta media sosial yang kian menjamur, tidaklah mengherankan jika peristiwa-peristiwa budaya di masyarakat yang nota benenya bernilai kearifan lokal sudah jarang kita jumpai.  Guna menghidupkannya kembali kita mesti bisa memanfaatkan peluang dari tren wisata yang aktual yakni dengan melibatkan para wisatawan dalam peristiwa budaya masyarakat secara langsung, sehingga wisatawan berinteraksi langsung dengan aktivitas masyarakat dan merasakan sensasinya. 

Dengan demikian keragaman kearifan lokal yang bagaikan mutiara terpendam, akan bersinar kembali di tengah-tengah masyarakat bersama dengan bangkitnya pariwisata Indonesia. Pada akhirnya bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai budayanya sendiri. Dengan keanekaragaman kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini,  menunjukan betapa besar kekayaan aset budaya Indonesia  sebagai ratna mutu manikam yang tidak ternilai harganya. 

Meskipun saat ini kita masih dalam suasana  kegaduhan harga dan kelangkaan minyak goreng serta carut marutnya harga komoditas di masyarakat, kita sebagai generasi muda penerus bangsa yang berbudaya, hendaklah kita tetap mampu menjaga stabilitas optimisme dalam mengahdapi tantangan masa depan, dengan kerja keras, kerja cerdas, kerja iklas, kerja tuntas dan kerja kwalitas, sehingga kita bisa segera bangkit dari keterpurukan akibat gonjang-ganjingnya isu kemahalan harga menuju pemulihan ekonomi kemasyarakatan.

Related posts

Leave a Reply