JOGJA, SMJogja.com – Kelangkaan minya goreng masih terjadi. Dampaknya, harga minyak goreng naik.
Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dari pengaturan batas kuota ekspor sawit hingga mengatur distribusi minyak goreng serta menindak penimbun produk minyak goreng.
Namun demikian, kelangkaan minyak goreng tetap saja terjadi. Di sejumlah tempat terlihat antrian panjang membeli minyak goreng dengan harga di atas normal. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan apalagi terjadi di tengah pandemi Covid-19.
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, Dr Hempri Suyatna menilai penyebab persoalan kelangkaan minyak goreng banyak faktor mulai dari meningkatnya harga CPO, gangguan distribusi hingga aksi penimbunan minyak goreng.
”Faktornya banyak faktor, pemicunya sudah muncul sejak tahun lalu, November 2021 karena kenaikan harga CPO (Crude Palm Oil) di pasar internasional. Naiknya harga CPO inilah yang kemudian memicu banyak pedagang minyak goreng menjual produknya ke luar negeri,” papar Hempri.
Langkah Inovatif
Selain banyaknya produk yang dijual ke luar negeri, menurutnya kelangkaan makin dengan banyaknya pedagang yang bermain mencari keuntungan di balik kelangkaan minyak goreng. Akibatnya proses distribusi tidak berjalan lancar.
”Dalam banyak kasus sering terjadi banyak penimbunan minyak goreng sehingga mengakibatkan proses distribusi tidak lancar,” tandasnya.
Ia menyarankan mengatasi melonjaknya harga minyak goreng dan kelangkaan di pasaran, Pemerintah harus lebih gencar melakukan operasi pasar. Selain itu melakukan berbagai langkah inovatif misalnya memotong jalur distributor sehingga bisa menekan harga minyak.
”Lakukan pengawasan pada para pelaku usaha termasuk konsumen. Jangan sampai penimbunan juga terjadi di level kosumen, bisa-bisa makin parah,” imbuh Hempri.
Di samping itu, ia memberi masukan proses pengawasan distribusi lebih kuat termasuk soal ekspor CPO hingga distribusi minyak goreng di dalam negeri. Ia minta Pemerintah memperbarui proses pengawasan distribusi.