JOGJA, SMJogja.com – Komunikasi dan kerja sama antara orangtua – sekolah sangat penting untuk keberhasilan pendidikan. Berbagai polemik tentang kejadian di sejumlah sekolah tak perlu terjadi ketika orang tua dan sekolah dapat menjalin komunikasi secara baik.
Hal itu terungkap dalam diskusi publik Menoreh Institute. Diskusi menghadirkan beberapa pakar pendidikan dari UGM dan UNY. Mereka berbicara perlunya peningkatan pemahaman dan aplikasi karakter pelajar Pancasila.
Dr Deni Herdianto M Pd dari Menoreh Institute melakukan survei terhadap 925 responden di seluruh Indonesia terkait profil pelajar Pancasila. Hasilnya, 50 persen responden sudah mengetahui tentang profil pelajar Pancasila, sementara 33 persen mengetahui sebagian dan 17 persen tidak mengetahui sama sekali.
Selain itu, 70 persen responden menyatakan guru paling berperan dalam membentuk profil pelajar Pancasila, 53 persen menyatakan orangtua paling berperan, 45 persen lingkungan, dan 23 persen menyatakan lingkungan yang paling berperan. Terkait pelaksanaan ibadah, bersikap, dan berpenampilan sesuai ajaran agama masing masing, 83 persen menyatakan hal tersebut merupakan implementasi penting dari profil pelajar Pancasila.
Elemen Kunci
Prof Khairudin dari UNY menyampaikan tentang elemen kunci gotong royong dalam pendidikan yakni kolaborasi, kepedulian dan berbagi. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan profil pertama yang semestinya dimiliki pelajar Pancasila.
Guru menurutnya merupakan sosok yang sangat penting perannya dalam hal ini. Sehingga jika ada guru mengajarkan muridnya untuk beribadah dan taat agama semestinya tidak dipermasalahkan. Mempermasalahkan guru yang melaksanakan tugasnya bisa terjadi karena komunikasi yang kurang baik antara orangtua dengan pihak sekolah. Perbaikan komunikasi dan kerja sama sekolah dan orangtua wali menjadi sangat penting.
”Kondisi pemuda saat ini banyak yang perlu dibenahi. Hasil penelitian menyebutkan 79 persen pemuda lebih senang menghabiskan waktunya dengan telepon cerdas, minat baca sangat rendah, foya-foya terlalu menonjol, nilai-nilai norma dalam diri remaja mulai banyak yang luntur. Mereka juga berkecenderungan kurang memahami jatidiri maupun budaya Indonesia. Budaya barat maupun asing yang negatit dan kurang sesuai dengab budaya bangsa banyak diikuti,” papar Muhammad Syamsyudin.