JOGJA, SMJogja.com – Konflik makin panas. Perang Rusia – Ukraina tidak hanya terjadi secara nyata di medan pertempuran. Kini, perang antara kedua negara juga merambah hingga ke dunia digital. Berbagai kelompok peretas ikut mengambil sikap dalam perang tersebut.
Bahkan, salah satu lembaga yang bergerak di bidang keamanan siber, ESET, telah menemukan perangkat lunak perusak (malware). Perangkat baru itu mengincar sistem jaringan sektor pemerintahan dan perekonomian Ukraina. Malware untuk menghapus semua data yang berada di dalam sistem.
Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, Treviliana Eka Putri mengatakan perang yang terjadi di ranah digital bisa menimbulkan risiko ancaman siber. Tidak hanya bagi kedua negara, melainkan secara global.
Meski Rusia mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan operasi ”gelap” di dunia maya, risiko ancaman siber tetap ada. Peretasan terhadap Ukraina dapat merembet ke negara-negara sekitarnya, bahkan hingga ke seluruh dunia.
”Ini akibat keadaan dunia digital yang semakintanpa batas,” tandas Treviliana.
Timbulkan Kerugian
Amerika Serikat dan sekutunya telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Melihat situasi tersebut, ada kemungkinan Rusia menargetkan serangannya ke negara pemberi sanksi. Bahkan juga ke industri pada sektor privat yang berasal dari negara tersebut dan turut memberikan sanksi atau pemutusan akses.
Meski dampak fisik tidak terlalu kentara, semua pihak perlu mewaspadai risiko ancaman siber. Ancaman siber juga dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit dan berakibat terhadap terganggunya integrasi sosial yang ada di masyarakat.
”Selain ancaman serangan siber berupa peretasan, persebaran disinformasi terkait konflik yang terjadi di Ukraina juga banyak terjadi dan tersebar secara masif,” kata Treviliana.
Banyaknya volume informasi di media sosial, memerlukan kemampuan cek fakta yang baik untuk menyaring informasi. Potensi ancaman siber patut menjadi perhatian Pemerintah Indonesia yang hingga kini masih kerap berhadapan dengan isu keamanan siber.