JOGJA, SMJogja.com – Konflik Rusia-Ukraina belum memperlihatkan bakal mereda. Rakyat sipil menjadi korban akibat konflik tersebut. Indonesia sebagai negara yang menjalin hubungan baik dengan kedua pihak, berpeluang menjadi mediator.
Pengalamat hubungan internasional Universitas Islam Indonesia, Irawan Jati SIP MHum MSS PhD (Cand), mengungkapkan hal itu kepada smjogja.com. Ia mengatakan Indonesia berpeluang menjadi mediator apalagi posisinya sebagai Presiden G20. Rusia adalah salah satu anggota G20.
”Tapi peluang Indonesia menjadi mediator lebih karena hubungan bilateral dengan kedua negara yang sudah berjalan sangat baik. Terutama, pasca embargo militer oleh AS pada Indonesia 1995-2005,” ungkap Irawan yang sedang menempuh studi doktoral di Australia.
Salah satu fokus kerja sama yakni bidang pertahanan. Kunjungan Presiden Ukraina ke Indonesia beberapa tahun lalu juga menjadi penanda hubungan bilateral baik.
Perang Terbatas
Menurut Irawan, dengan melihat perkembangan saat ini, konflik Rusia-Ukraina merupakan perang terbatas dan seharusnya bisa cepat selesai. Pasalnya, belum ada pihak dil uar kedua negara yang terlibat konflik secara langsung. Bahkan, NATO dan AS tidak melibatkan diri dalam konflik tersebut.
”Mediator bisa berperan membujuk kedua pihak untuk melakukan gencatan senjata. Mediator harus negara yang memperoleh kepercayaan dari pihak yang berkonflik,” tandasnya.
Di samping itu, organisasi internasional terutama PBB harusnya dapat memprakarsai gencatan senjata agar korban tidak bertambah dan perdamaian segera terwujud. Secara umum tantangan penyelesaian konflik antarnegara yakni meyelaraskan benturan kepentingan yang terjadi.
”Biasanya deeskalasi konflik atau perdamaian akan terjadi kalau kepentingan kedua belah pihak dapat dirasionalisasi,” imbuh Irawan yang studi di School of Political Science & International Studies, The University of Queensland, Australia.