Konstruksi Sosial Patriarkis Akibatkan Perempuan dan Anak Rentan Kekerasan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati / ist

JOGJA, SMJogja.com – Salah satu faktor kekerasan seksual pada perempuan dan anak yakni konstruksi sosial patriarkis. Konstruksi itu menempatkan keduanya pada berbagai kerentanan yang mengancam kualitas hidupnya. Ketimpangan relasi kuasa merupakan akar dari fenomena kekerasan termasuk kekerasan seksual. Akibatnya, mengancam kehidupan anak-anak dan perempuan Indonesia sejak dulu hingga sekarang.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengungkapkan hal itu dalam webinar Pusat Studi Muhammadiyah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Webinar bertajuk ”Negara dan Peran Muhammadiyah dalam Perlindungan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak-Anak”.

”Isu kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sangat kompleks dan membutuhkan keterlibatan semua. Dalam penanganannya perlu kerangka berpikir yang sama bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan luar biasa karena merenggut kemerdekaan seseorang,” tandas I Gusti Ayu.

Ia memaparkan selama pandemi Covid-19 kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak terus meningkat. Jumlah kasus meningkat 18,32 persen pada kasus perempuan, 28,54 persen pada kasus anak dan jumlah korban meningkat 17,97 pesen pada kasus perempuan. Korban anak meningkat 28,72 persen.

Read More

Presentasi perempuan korban kekerasan yang terlaporkan menurut jenis kekerasan pada tahun 2021 antara lain 39 pesen perempuan mengalami kekerasan fisik. Sebanyak 30 persen mengalami kekerasan psikis, 12 persen mengalami kekerasan seksual, 10 persen mengalami penelantaran, dan 2 pesen mengalami TPPO. Kekerasan pada anak mayoritas kekerasan seksual dengan presentase sebanyak 45 persen, psikis 19 persen, fisik 18 pesen dan penelantaran anak sebanyak 5 persen.

Sahkan RUU

”Pemerintah mendorong pengesahan RUU TPKS secepat mungkin. Selain itu memberikan pendampingan melalui layanan SAPA 129. Pada sisi kelembagaan, menyediakan lembaga yang memiliki fokus pada perlindungan perempuan dan anak,” imbuh Menteri.

Narasumber lain, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Aisyiyah, Dr Atiyatul Ulya MAg menegaskan Muhammadiyah maupun Aisyiyah mengutuk dengan tegas berbagai bentuk kekerasan seksual. Telebih yang membahayakan martabat kemanusiaan, generasi, dan agama.

”Berbagai upaya pencegahan dan penanganan telah dilakukan antara lain melakukan sosialisasi konsep keluarga sakinah dan Majelis Tarjih telah mengesahkannya. Kami juga melakukan pendampingan untuk korban dengan memberikan layanan melalui Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Aisyiyah,” jelasnya.

Pendampingan pada korban sangat beragam mulai dari pendampingan hukum, psikologis, spiritual, medis, hingga rehabilitasi. Aisyiyah juga turut serta melakukan kajian terhadap RUU PKS atau RUU TPKS secara rutin dari berbagai prespektif.

Related posts

Leave a Reply