JOGJA, SMJogja.com – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, UA (21 tahun), meninggal di kamar kosnya. Berdasarkan riwayat pengobatan dan informasi rumah sakit, ia diduga meninggal akibat sakit TBC. Sebelum meninggal, UA sempat berkomunikasi dengan pimpinan program studi dan dosen. Ia menginformasikan bahwa dirinya sedang melakukan pemeriksaan kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Sejak itu pihak kampus selalu berkoordinasi dengan rumah sakit dan juga mahasiswa tersebut.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UMY, Faris Al-Fadhat SIP MA PhD menjelaskan seluruh proses keberadaan mahasiswa dari periksa sampai meninggal. Ia mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga dan mengantar jenazah hingga ke rumahnya di Demak, Jawa Tengah.
”Kampus terus berkomunikasi secara intensif dengan pihak kepolisian yang menangani langsung kasusnya. Kami juga langsung menghubungi pihak keluarga almarhum, mengantarkan jenazah ke rumah duka sekaligus memberikan santunan,” papar Faris.
Sejak awal UA dinyatakan sakit, kampus melalui Program Studi (Prodi) Ilmu Keperawatan selaku Prodi di mana UA kuliah, sudah memantau aktivitasnya. Semenjak itu pula, Prodi sudah menghubungi pihak rumah sakit untuk tetap memantau kondisi kesehatan UA.
Langkah Preventif
Faris menegaskan, kampus telah mempersiapkan langkah preventif agar tidak terjadi kembali kejadian serupa. Berdasarkan gejala-gejala almarhum saat sakit dan mengingat akan ada kemungkinan penularan, dalam dua hingga tiga hari ke depan UMY melakukan screening TBC kepada seluruh dosen, staf dan mahasiswa. Keseluruhan data hasil screening akan terintegrasi dengan data di Dinas Kesehatan Provinsi DIY.
”Lebih utama, kami melakukan tracing kepada mahasiswa yang pernah kontak erat dengan almarhum. Hasil tracing, terdapat 16 mahasiswa yang sempat melakukan kontak langsung dengan almarhum UA. Seluruhnya sudah selesai diidentifikasi, dan sudah diminta untuk beristirahat di rumah sambil kami pantau kondisi kesehatan mereka hingga dua minggu ke depan,” imbuhnya.
Sejauh ini, tidak ada gejala apapun yang dialami oleh 16 mahasiswa tersebut. Faris pun menyampaikan bahwa setelah dua minggu pemantauan dan tidak ditemukan gejala apapun, mereka dapat kembali mengikuti perkuliahan secara normal.