Makanan Tradisional Dilestarikan Sebagai  Aset Budaya Tak Benda DIY

Kepala Disperindag DIY menyambangi salah satu stand Festival Makanan Warisan Budaya Tak Benda di Atrium Ambarukmo Plaza, Jumat (12/8/2022) / Amelia Hapsari

YOGYAKARTA, SMJogja.com –  Indonesia mempunyai ragam makanan tradisional yang sekaligus merupakan cerminan kekayaan budaya dan tradisi bangsa. Tiap daerah memiliki makanan khas yang menjadi identitas termasuk pula Yogyakarta.

Namun sayang, umumnya warga Yogyakarta hanya mengenal beberapa makanan khas daerahnya. “Produk makanan tradisional di DIY sebenarnya ada cukup banyak jenisnya, tapi tidak semua masyarakat tahu tentang makanan tersebut terutama yang terancam punah,” ungkap Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY Syam Arjayanti saat membuka  Festival Makanan Warisan Budaya Tak Benda di Atrium Ambarukmo Plaza, Jumat (12/8).

Lewat festival ini, masyarakat dikenalkan tentang pentingnya melestarikan makanan tradisional sebagai aset budaya tak benda DIY. Bermacam potensi makanan khas DIY yang masih beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat, ditampilkan dalam pameran yang berlangsung hingga Minggu (14/8). Selain pameran, festival juga diisi agenda temu kemitraan antara 200 IKM olahan pangan tradisional dan 20 calon mitra usaha, serta lomba inovasi pangan tradisional khas Jogja. 

Rangkaian festival sendiri sudah terlaksana sejak Juli diawali dengan kajian filosofi makanan warisan budaya tak benda. Outputnya berupa buku yang berisi kajian makanan tradisional dari aspek filosofi, budaya, adat istiadat dan kearifan lokal lainnya disertai visual gambar.

Read More

“Melalui kegiatan ini, kami sekaligus ingin meningkatkan branding produk makanan tradisional. Ke depannya akan digunakan sebagai bahan evaluasi untuk pengembangan makanan khas tradisional sebagai warisan budaya tak benda DIY,” terang Syam.

Menurutnya, tantangan yang dihadapi dalam hal pemasaran terutama berhubungan dengan standarisasi produk. Semisal SNI, sertifikasi/ijin edar untuk industri makanan seperti SP-IRT, MD, ML dari BPOM, dan sertifikasi halal dari MUI, serta perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Sampai saat ini, belum semua makanan tradisional yang sudah dikemas dan beredar luas di konsumen sesuai dengan perayaratan. 

Temuan yang kerap dijumpai antara lain produk belum memiliki izin paling tidak P-IRT,  dan tidak lengkap dalam pemberian informasi pada kemasan seperti tidak ada kode produksi, tanggal kadarluarsa, dan berat bersih. “Penyebabnya terutama kurang wawasan penjual tentang pentingnya standardisasi produk, dan minim informasi mengenai cara pengurusan standar produk. Karena itu, perlu untuk ditingkatkan wawasan sehingga produk punya nilai tambah bahkan bisa bersaing dengan produk makanan lain,” ujarnya.

Penyelenggaraan festival ini disambut baik oleh para pelaku IKM. Salah satu peserta pameran asal Sleman, Farida (37) berharap kegiatan semacam ini sering diadakan untuk mewadahi UKM. “Pameran seperti cukup membantu mengenalkan produk ke masyarakat. Apalagi sebelumnya ada kurasi sehingga produk yang dijual terjamin mutunya,” ucapnya.

Related posts

Leave a Reply