JOGJA, SMJogja.com – Wisata tidak sekadar bersenang-senang, mengunjungi tempat yang indah-indah atau numpang lewat. Ada nuansa lain yang mulai berkembang dan mulai memperlihatkan geliat di sejumlah daerah yakni wisata sejarah.
Wisata sejarah tak hanya melihat-lihat artefak, foto-foto di lokasi tetapi ada nilai-nilai edukasi. Yogyakarta salah satu daerah yang penuh dengan wisata sejarah. Begitu pula Ngawi, Jawa Timur yang juga mempunyai ratusan situs bersejarah.
Kedua wilayah tersebut melakukan penjajagan dan berpotensi bergandeng tangan mengembangkan wisata sejarah. Jarak yang relatif dekat dan transportasi mudah menjadikan keduanya bisa leluasa berhubungan.
”Di Yogyakarta tentu sudah banyak destinasi sejarah yang telah dikembangkan, di Ngawi kami juga berusaha melakukannya dengan melakukan identifikasi dan secara bertahap membangun tempat bersejarah,” tutur Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, ketika berdialog dengan Komisi A DPRD DIY di pendopo kabupaten setempat.
Ia yang berlatar belakang pendidikan di Yogyakarta ingin banyak belajar dari Kota Budaya yang sejak dulu terkenal dengan destinasi sejarah. Ada banyak museum, banyak objek yang bisa menjadi wisata edukasi bagi masyarakat. Tak hanya pelajar, mahasiswa atau peneliti yang mengunjungi destinasi sejarah, kini masyarakat juga peduli dan belajar tentang sejarah bangsanya.
Kabupaten Ngawi saat ini sedang merenovasi Benteng Pendem yang nama aslinya Benteng Van den Bosch. Benteng ini peninggalan Belanda dan kondisinya kurang terawat. Pemerintah bersama Pemerintah Pusat bekerja sama melakukan renovasi agar benteng tersebut bisa menjadi destinasi sejarah yang menarik seperti di Yogyakarta ada Benteng Vredeburg dan di Makasar ada Benteng Fort Rotterdam. Begitu pula di Ambarawa juga ada Beteng Pendem Fort Willem I yang bentuknya hampir sama dengan di Ngawi.
Situs Sejarah
Ony menjelaskan daerahnya memiliki luas 128 ribu kilometer persegi dengan 920.000 penduduk. Jumlah situs dan cagar budaya cukup banyak hampir 300 yang terdata mulai dari bangunan, situs, kebendaan dan seni tradisional. Beberapa bangunan fisik dalam tahap renovasi seperti Benteng Pendem.
”Rumah tinggal Ketua BPUPKI KRT Radjiman Wediodiningrat yang berada di Desa Kauman, Kecamatan Widodaren juga salah satu bangunan cagar budaya yang sering mendapat kunjungan dari berbagai daerah,” imbuhnya.
Rumah berumur sekitar 140 tahun itu berada di kawasan seluas 1,5 hektar dan masih asli, termasuk pepohonan yang sudah tua. Seluruh perabotan kuno tampak cukup terawat, termasuk tombak pusaka sebanyak empat buah terpajang di kamar pribadi dan ruang makan keluarga. Di sinilah Radjiman menghabiskan masa tuanya setelah pensiun hingga meninggal dunia.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto dalam dialog mengungkapkan komitmen pengembangan destinasi wisata sejarah penting bagi upaya pelestarian nilai perjuangan dan meneladani kiprah para pendiri bangsa. Menurutnya Pemerintah Kabupaten Ngawi bisa bekerja sama dengan DIY berkaitan dengan pengembangan destinasi wisata sejarah dan riset bersama ahli dari perguruan tinggi.
”Ini menjadi penanda dan pengingat sekaligus tempat belajar generasi mendatang, di desa yang jauh dari keriuhan kota terdapat rumah pejuang, pahlawan, salah satu pendiri Republik Indonesia,” tandas Eko.