YOGYAKARTA, SMJogja.com -Kelangkaan minyak goreng kemasan premium maupun kemasan sederhana di retail modern sampai saat ini masih terjadi. Dari hasil penelusuran, kondisi ini disebabkan berkurangnya suplai dari produsen.
Imbasnya, pasokan distributor ke retailer tidak sampai 50 persen dari jumlah order. Sehingga mengakibatkan stok minyak goreng tidak dapat mencukupi kebutuhan. “Kelangkaan juga disebabkan panic buying yang dilakukan sejumlah konsumen. Suplai yang biasanya cukup untuk kebutuhan satu dua minggu, kini habis hanya dalam hitungan jam,” ungkap Kepala Bidang Penegakan Hukum Kantor Wilayah VII Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kamal Barok, Selasa (22/2).
Mendasarkan pernyataan sejumlah retailer, Kamal mengungkapkan adanya dugaan tying agreement yang dilakukan oleh beberapa distributor. Tying agreement ini berupa praktik penjualan minyak goreng dengan kewajiban membeli produk lain dari distributor. Ada juga distributor yang mewajibkan syarat perdagangan tertentu kepada retailer jika ingin dipasok minyak goreng.
“Sungguh disayangkan adanya distributor yang memanfaatkan kondisi kelangkaan minyak goreng untuk mencari keuntungan atau mengalihkan resiko bisnis kepada retailer atau pelaku usaha mitranya,” tandas Kamal.
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk upaya mengatasi kelangkaan minyak goreng. Diantaranya dengan memberlakukan Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dituangkan dalam regulasi Permendag Nomer 6 Tahun 2022. Melalui kebijakan DMO 20 persen dari volume ekspor crude palm oil diharapkan kebutuhan pasokan bahan baku dapat tercukupi sehingga tercipta keseimbangan pasar komoditas minyak goreng.
Seiring kebijakan tersebut, pemerintah juga memberlakukan DPO sebesar Rp 9.300/kg untuk crude palm oil, dan Rp10.300/kg untuk olein. Tujuannya agar dapat tercapai harga keekonomian sesuai dengan HET yakni Rp11.500/liter untuk minyak goreng curah, Rp 13.500/liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp 14.000/liter untuk minyak goreng kemasan premium.
“Di pasar tradisional masih ditemukan pedagang yang menjual minyak goreng
curah di atas HET. Alasannya, barang itu adalah stok lama yang dibeli dengan harga mahal bahkan di atas HET,” papar Kamal.
Biasanya, pedagang di pasar tradisional membeli minyak goreng curah dengan sistem jual putus. Sehingga mereka terpaksa menjual dengan harga di atas HET agar tidak rugi. Jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan di wilayah Provinsi DIY terus melakukan pemantauan dengan memeriksa faktur pembelian dan stok di level pedagang.
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, penanganan masalah kelangkaan minyak goreng merupakan kewenangan pemerintah pusat. Peran pemda hanya sebatas mengawal implementasi di lapangan dapat berjalan lancar. “Tapi kalau ditemukan ada yang menimbun, pelakunya harus ditangkap karena itu jelas melanggar hukum,” tandas Sultan.