JOGJA, SMJogja.com – Pemerintah menundak tarif baru tiket masuk Candi Borobudur sebesar Rp 750.000. Meskipun belum jadi naik, hal itu telah melukai masyarakat karena mengabaikan kondisi di lapangan.
”Rencana kenaikan harga tiket yang fantastis dan membuat geger masyarakat ini kaitannya dengan etika politis kebijakan. Memang menjadi sangat problematis, karena tiba-tiba bisa naik drastis hingga Rp 750.000. Hal ini seolah-olah pemerintah atau siapa pun yang memutuskan, mengabaikan kondisi masyarakat meskipun masih sebatas rencana,” papar pakar opini publik dan partai politik UMY, Prof Dr Tulus Warsito MSi.
Menurutnya jika ingin tidak ada gejolak dari masyarakat, pemerintah harus memperhatikan kondisi di lapangan. Pemerintah tak bisa menyepelekan psikologi politik kebijakan umum. Jika dilihat dari psikologi politik pengaduan kebijakan, kebijakan tersebut terlalu ekstrim.
Ia memberi saran, misal tarif normalnya dipertahankan tapi tidak diperkenankan untuk naik ke kawasan candi bisa jadi alternatif kebijakan. Pertimbangan untuk menjaga kondisi candi memang bisa menjadi pertimbangan tetapi juga harus memperhatikan kondisi masyarakat.
”Pemerintah tidak harus 100 persen berkuasa secara politik karena kepemilikan dan pemeliharaan juga terkait dengan UNESCO PBB. Kalau kita berbuat objektif untuk menuju kebermanfaatan seharusnya dikonsolidasikan atau didiskusikan bersama bagaimana baiknya,” tandas Tulus.