JOGJA, SMJogja.com – Pakar Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM, Dr Rikardo Simarmata menilai dalam kasus penambangan di Wadas terdapat keanehan. Apa itu keanehannya? Kegiatan pembangunan Bendungan Bener yang masuk dalam kategori kepentingan umum jadi satu paket dengan kegiatan pengambilan batu andesit. Padahal usaha pertambangan tidak masuk dalam kategori kepentingan umum.
Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menolak penambangan batu andesit karena mengancam keberadaan mata air di wilayah tersebut. Mereka menolak penambangan batu andesit sebagai material pembangunan Bendungan Bener yang masuk salah satu proyek stategis nasional.
”Pemaketan memang bisa membuat kegiatan pengukuran dalam rangka pengadaan tanah di lokasi tambang menjadi legal. Namun demikian, apakah Kementerian PUPR berwenang mengambil bebatuan yang terdapat di bawah tanahnya?” tanya Rikardo.
Menurutnya boleh jadi strategi pemaketan dan penyatuan akibat desakan status sebagai proyek strategis nasional (PSN). Pada umumnya, kalangan birokrat dan penegak hukum mempersepsikan PSN sebagai sesuatu yang tidak boleh ditawar dan harus jadi.
Tindakan Represif
Dengan persepsi seperti itu, jelasnya, dapat membuat peraturan perundangan mengenai PSN dan pelaksanaanya bersifat instrumental. Akibatnya melupakan prinsip dan asas-asas dalam hukum pertanahan.
Terkait penyelesaian masalah dengan mengerahkan aparat keamanan dalam pembebasan lahan, ia berharap tidak represif. Dalam penilaiannya, terlepas dari keabsahan kegiatan pengukuran, penanganan terhadap kelompok masyarakat yang menolaknya, jangan sampai menggunakan tindakan represif.
Ia menyayangkan tindakan represi yang tidak sesuai ketentuan hukum acara pidana. Pasalnya, ada upaya lain untuk menyelesaikannya misalnya dialog.