Pantang Buat Bangunan dari Semen, Warga Beteng Nyaman Tinggal di Rumah Gedhek

Salah satu rumah gedhek yang masih bertahan hingga sekarang / Chakim

JOGJA, SMJogja.com – Tinggal di rumah sederhana berbahan anyaman bambu mungkin bukan lagi menjadi pilihan bagi kebanyakan orang. Berkembangnya jaman, masyarakat cenderung berusaha mewujudkan rumah idaman berdinding kokoh dari batu bata dan semen nan bersih sebagai tempat tinggal.

Berbeda dengan salah satu dusun di Kabupaten Sleman yang keseluruhan warganya terpaksa menggunakan bahan anyaman bambu atau yang sering di sebut gedhek sebagai selimut rumahnya. Ya, Dusun Beteng namanya. Dusun yang berada di Kelurahan Margoagung Kecamatan Seyegan ini memegang erat tradisi tidak melanggar pantangan membangun rumah permanen.

”Pantangan membuat rumah dari bahan baku permanen bukan tanpa sebab. Bukan karena latar belakang ekonomi. Namun ada catatan sejarah dari leluhur yang harus terus dijaga hingga sekarang,” tutur Kepala Dusun, Nurul Hidayati.

Ia menceritakan ada berbagai versi catatan sejarah. Namun secara umum masyarakat mempercayai adanya pantangan tersebut. Dulu, seluruh rumah di Beteng rumahnya gedhek alias anyaman bambu. Ini bisa ditemui sekitar tahun 1980an. Bahkan sekarang juga masih ada.

Read More

Perjuangan Diponegoro

Beredar cerita bahwa konon pantangan itu masih erat kaitannya dengan dengan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro saat mengusir penjajah Belanda dari Tanah Mataram. Dulu, kawasan Margoagung merupakan basis pertahanan awal pasukan Diponegoro sebelum penjajah masuk.

Di kawasan itu pula Pangeran Diponegoro membangun benteng pertahanan. Benteng pertahanan yang dibuat bukan benteng pada umumnya melainkan benteng tak kasat mata. Para pejuang dan warga sekitar tak akan bisa melihat adanya banggunan besar di sini.

”Kabarnya, jika pasukan Belanda mendekati kawasan tersebut, penjajah akan melihat benteng besar dengan penjagaan ketat. Penjajah yang nekat mendekat akan tewas. Jangankan manusia, kuda milik kompeni yang melewatinya pun juga akan mati,” papar Nurul.

Karena itulah warga enggan membangun rumah dari dinding batu bata dan semen. Mereka meyakini, dengan membangun rumah bertembok maka akan terjadi marabahaya. Masyarakat dusun memegang erat tradisi tersebut. Hingga suatu ketika ada salah seorang masyarakat setempat yang membangun sebuah cakruk (rumah jaga/gardu) permanen, tidak berselang lama musibah datang. Salah satu kerbau peliharaannya mati tanpa sebab.

Related posts

Leave a Reply