JAKARTA, SMJogja.com – Penetapan tersangka terhadap pelapor kasus korupsi pada kasus Nurhayati, mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jabar, dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution berpendapat, penetapan tersangka terhadap pelapor merupakan preseden buruk. “Mantan Bendahara Desa Citemu, Nurhayati, yang mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp 800 juta dari 2018 hingga 2020 ditetapkan menjadi tersangka. Ini tentu menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa yang dilakukan oknum Kuwu di Kabupaten Cirebon,” kata Nasution, Minggu (20/2).
Menurutnya, jika benar Nurhayati telah menjalankan tugasnya sebagai bendahara desa sesuai tupoksi, di mana dalam mencairkan uang dana desa di Bank BJB sudah mendapatkan rekomendasi Camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), seharusnya yang bersangkutan tidak boleh dipidana.
“Pasal 51 KUHP menyebutkan, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana,” tegasnya.
Dia mengatakan, sebagai pelapor, semestinya Nurhayati diapresiasi. Penetapan tersangka terhadap pelapor dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati,” ujarnya.
Nasution juga menilai, status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi menciderai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik.
LPSK, lanjut dia, mengingatkan bahwa posisi hukum Nurhayati sebagai Pelapor dijamin oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik. Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Jika ada tuntutan hukum terhadap Pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
Bahkan dalam PP No.43 Tahun 2018 dikatakan, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam. Dengan PP tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp200 juta.
“Kami akan ambil langkah proaktif menemui yang bersangkutan guna menjelaskan hak konstitusional Nurhayati untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada negara khususnya kepada LPSK, jika yang bersangkutan membutuhkan perlindungan,” pungkasnya.