YOGYAKARTA, SMJogja.com-Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia (BKSPTIS) mengusulkan kepada pemerintah untuk menanggung biaya proses akreditasi yang dijalankan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Usulan pembiayaan melalui APBN ini dipandang sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjaga standar mutu pendidikan tinggi nasional.
“Pembentukan LAM merupakan tindak lanjut atas kebijakan pemerintah dalam menjamin kualitas pendidikan tinggi lewat instrumen akreditasi. Karena itu, kami usulkan kepada pemerintah untuk menanggung semua biaya akreditasi LAM,” kata Ketua Umum BKSPTIS, Prof Syaiful Bakhri.
Dia menjelaskan, areditasi yang dilakukan oleh LAM memunculkan biaya tinggi lantaran bersifat mandiri. Selama ini, biaya tersebut ditanggung oleh perguruan tinggi (PT). Kondisi ini bisa menimbulkan terhadap keberlanjutan PT terutama swasta.Pasalnya, kampus harus menanggung beban tambahan sedangkan di sisi lain harus tetap berkomitmen untuk menjaga pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau.
Masih menyangkut keberlanjutan perguruan tinggi swasta (PTS), forum kerjasama itu juga menyoroti tentang penerapan beragam pajak terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “Kami minta kebijakan itu ditinjau ulang karena memberatkan keuangan PTS yang masih berjuang meningkatkan kualitas pendidikan, dan kesejahteraan pegawainya,” tandasnya.
Sekretaris Umum BKSPTIS, Prof Fathul Wahid menambahkan, pengenaan pajak memiliki kaitan erat dengan keberlangsungan PTS. Alih-alih, pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan PTS dengan berbagai program fasilitasi.
“Peninjauan ulang kebijakan PPN tersebut sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Penyelenggaraan PTS sendiri merupakan wujud kontribusi bantuan terhadap pemerintah dalam mengadakan pendidikan tinggi dengan pendekatan nirlaba,” kata Fathul.
Sejumlah usulan itu disampaikan dalam rapat koordinasi secara daring pada Sabtu (9/4). Agenda rapat tidak hanya membahas tentang perguruan tinggi namun juga masalah kebangsaan. Terdapat beberapa poin yang dihasilkan menyangkut masalah kebangsaan.
Salah satunya, BKSPTIS meminta adanya partisipasi publik dalam setiap kebijakan strategis termasuk Ibu Kota Negara (IKN). “Dalam hal ini, pemerintah harus melihat kapasitas keuangan dengan membuat skala prioritas sekaligus mengedepankan kemandirian bangsa,” ujar Syaiful Bakhri.
Isu perpanjangan periode jabatan presiden juga menjadi topik bahasan. Wacana itu dinilai hanya membuat gaduh, dan membuang energi bangsa. “Meski konstitusi dapat diubah, tapi harus steril dari kepentingan jangka pendek dan kepentingan kelompok yang menafikkan masa depan bangsa. Mari semua komponen bangsa patuh pada konstitusi,” tegasnya.