JOGJA, SMJogja.com – Kasus kekerasan dan diskriminasi perempuan di Indonesia masih terjadi. Padahal, seharusnya perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Namun sampai saat ini budaya patriarki serta kekerasan pada perempuan terus terjadi.
Hal itu terungkap dalam diskusi BEM TALK’S dengan tema diskusi ”Perempuan dalam Belenggu”. Diskusi berlangsung secara hybrid dari Gedung AR Fachruddin B Lantai 5 Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
”Pada kondisi saat ini, kekerasan seksual terhadap perempuan masih dominan terjadi di Indonesia, di ranah domestik maupun di luar ranah domestik,” ujar Raudatul Jannah SH narasumber dari LBH Yogyakarta.
Ia memberi gambaran yang terjadi pada konflik tanah di Desa Wadas, Purworejo Jawa Tengah. Banyak perempuan dan anak mengalami trauma mendalam akibat tindak represifitas aparat. Kasus itu berdampak traumatis bagi perempuan dan anak sehingga mereka merasa tidak nyaman. Akibatnya, aktivitas warga terutama perempuan dan anak terganggu.
Tidak Tegas
Menurutnya banyak aktivis perempuan turut menyuarakan perjuangan dan turun ke jalan dalam kasus Wadas. Mereka menjadi korban kekerasan. Hal ini membuktikan negara yang tidak tegas mengurusi kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.
Siti Darmawati dari Rifka Annisa menambahkan persoalan pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia terletak pada kesetaraan gender. Hadirnya ketidakadilan gender terjadi akibat marginalisasi perempuan.
”Kekerasan terhadap perempuan bisa berupa fisik, psikis, seksual, ekonomi dan banyak lagi,” tegas Darmawati.
Dosen Hubungan Internasional UMY, Dr Nur Azizah MSi mengatakan belum terealisasinya kesetaraan gender terlihat dari diskriminasi pekerjaan, dan stigma pemikiran. Salah satunya, pemimpin harus laki-laki.
”Regulasi di Indonesia tentang kekerasan seksual belum sesuai dengan implementasi. Karena itu, perlu penekanan pentingnya pemahaman kesetaraan gender dalam regulasi maupun implementasi,” tandasnya.