JOGJA, SMJogjacom – Data dari Perhimpinan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) menyebutkan ada 8 juta orang Indonesia mengalami gangguan penglihatan. Sebagian besar karena katarak. Penderita katarak dapat melihat lagi secara bagus dengan catatan mendapat pemeriksaan dan pengobatan menggunakan teknologi modern.
”Pasca operasi katarak dapat memberikan kualitas penglihatan yang sangat baik dengan memperhatikan komponen optikal seperti diameter pupil, lapisan air mata, kelengkungan kornea dan aberasi penglihatan (higher order aberration) melalui pemeriksaan diagnostik dengan teknologi modern,” papar Presiden Direktur JEC Korporat, DR Dr Johan A Hutauruk SpM( K) di FKKMK UGM.
Ia mengungkapkan hal itu dalam sidang terbuka “Kontribusi Komponen Optikal Bola Mata terhadap Aberasi Derajat Tinggi dan Kualitas Penglihatan Pasien Pseudofakia Usia Lanjut Dibandingkan dengan Pasien Usia Muda Normal”. Kini, di rumah sakit khusus mata itu, JEC Eye Hospitals and Clinics ada tujuh spesialis mata yang menyandang gelar doktor.
Johan dalan penelitiannya menggagas secara mendalam guna memahami perbedaan kualitas penglihatan antara pasien pseudofakia usia lanjut dengan pasien dewasa muda normal (yang belum melakukan tindakan operasi katarak). Kelompok pasien dewasa muda dijadikan pembanding (kelompok kontrol) lantaran dianggap berada pada fase usia dengan kualitas penglihatan terbaik. Kedua kelompok memiliki mata dengan indeks visus 6/6 (standar penglihatan yang setara 100 persen, berdasarkan pemeriksaan menggunakan Snellen Chart).
Gangguan Penglihatan
Meskipun penglihatan sangat baik, kedua kelompok diminta mengisi kuesioner gangguan penglihatan seperti sering silau, berkabut, melihat lingkaran pada lampu (haloes), dan juga dilakukan serangkaian pemeriksaan dengan alat diagnostic yang canggih untuk mengukur lebar pupil, kelengkungan kornea dan adanya aberasi penglihatan (higher-order aberration).
Pemeriksaan objektif, seperti Snellen Chart, tidak bisa mendeteksi adanya gangguan penglihatan yang dikeluhkan pasien tersebut. Karenanya, penelitian ini tidak berhenti pada perbedaan kualitas penglihatan antara kedua kelompok, tetapi juga mengetahui komponen optikal yang turut memengaruhi.
”Salah satu temuan penelitian memperlihatkan nilai lapisan air mata dengan pengukuran NIKBUT (Non Invasive Keratograph Break-up Time) sebesar 9,93 detik – dan dianggap sebagai nilai kritis. Pasien mengalami keluhan gangguan penglihatan secara subjektif dan dibuktikan dengan wavefront analyzer terjadinya peningkatan aberasi optikal (higher order aberration) padahal tidak ada keluhan mata kering,” papar Johan.
Ia memberikan pencerahan di bidang kesehatan mata, pasien pasca operasi katarak dengan NIKBUT di bawah 9,93 detik berpotensi mengalami keluhan gangguan secara subjektif, meskipun tidak mengalami mata kering. Nilai ini bisa digunakan sebagai acuan prediksi bagi pasien pseudofakia untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gangguan penglihatan, misalnya dengan memberikan tetes air mata buatan. Artinya, pengecekan pasca operasi secara berkelanjutan sangat krusial untuk mengantisipasi kualitas penglihatan yang menurun.