SLEMAN, SMJogja.com – Kebutuhan solar untuk operasional alat dan mesin pertanian (alsintan) di Kabupaten Sleman terbilang cukup tinggi. Rata-rata per bulannya mencapai angka 32.000 liter.
Data ini didasarkan hasil rekapitulasi layanan rekomendasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) yang dihimpun dari 8 UPTD Balai Penyuluhan Pertanian, Pangan, dan Perikanan (BP4) di wilayah Sleman. “Data selama satu bulan terakhir, kebutuhan BBM alsintan terekap sebanyak 32.076 liter yang tersebar di 8 UPTD BP4,” kata Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman Suparmono, Senin (18/7).
Dia menjelaskan, volume kebutuhan solar berbeda untuk masing-masing alat dan mesin. Contohnya traktor, konsumsi BBM berkisar 2-5 liter per jam sedangkan combine harvester butuh 9 liter solar untuk alat ukuran besar dan 5 liter untuk ukuran mini. Sementara, peralatan jenis pompa air, rice transplater, dan cultivator umumnya membutuhkan solar kisaran 0,5-1,5 liter per jam.
Adapun alat mesin peternakan berupa pemanas DOC ayam, kebutuhan solar per harinya sekitar 40 liter dan untuk satu siklus budidaya memerlukan pemanas selama 12 hari. “Kami harap rekomendasi dapat digunakan sebagaimana mestinya agar membantu petani,” kata Pram.
Sebagaimana diketahui, Pemkab Sleman tidak melarang petani membeli biosolar menggunakan wadah jerigen. Pasalnya jika harus membawa alsintan ke lokasi SPBU akan merepotkan. Karena itu, pada akhir April 2022, Bupati mengeluarkan surat edaran tentang pembelian BBM jenis biosolar untuk petani dan UMKM kemudian ditindaklanjuti oleh DP3 dengan menyusun SOP.
Dinas hanya menerbitkan surat rekomendasi pembelian BBM untuk alsintan jenis traktor, rice transplanter, pompa air, power threser mobile, combine harvester, cultivator, dan alat pemanas DOC untuk peternakan. Berdasar SOP, petani yang akan membeli biosolar menggunakan jerigen harus mengajukan permohonan pembelian diketahui oleh kalurahan. Selanjutnya, surat keterangan ini dibawa ke UPTD BP4 Wilayah I-VIII sesuai domisili pemohon.
Salah satu petani asal Margoagung, Seyegan, Dwijo Supriyana menilai sistem itu cukup merepotkan karena harus ke SPBU lalu menuju kantor kalurahan, baru ke UPTD BP4.
“Sebetulnya saya ingin prosedur yang lebih mudah, tapi kami cuma mengikuti aturan yang ada. Toh pelayanannya cepat, tidak sampai lima menit, surat rekomendasi sudah jadi,” ungkapnya.