Soal Penolakan Regulasi JHT, Pemda DIY Tunggu Diskusi Tripartit

Anggota KSBSI DIY menyerukan orasi saat demo di halaman kantor Disnakertrans DIY, Senin (21/2) / SMJogja.com-Amelia Hapsari

SLEMAN, SMJogja.com – Aksi penolakan terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomer 2 Tahun 2022  tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) terus bergulir. Senin (21/2), puluhan orang yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) menggelar unjuk rasa di halaman kantor Disnakertrans DIY.

Sebagian peserta aksi ini termasuk mantan pekerja salah satu restoran yang tidak kunjung memperoleh JHT pasca pengunduran diri. Dalam orasinya, Koordinator Wilayah KSBSI DIY Dani Eko Wiyono menyebut Permenaker Nomer 2 Tahun 2022 sangat merugikan buruh. “JHT adalah hak buruh yang dipotong dari gaji mereka, tapi kenapa untuk mencairkannya harus menunggu sampai usia 56 tahun,” tukasnya.

Selain itu, pemanfaatan JHT selama belum bisa cair juga turut dipertanyakan. Skema investasi yang ditawarkan pemerintah tidak dapat menjamin kesejahteraan buruh. Adanya opsi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)  juga dinilai hanya sekedar pemanis. “Tuntutan kami hanya cabut Permenaker Nomer 2 Tahun 2022,” katanya.

Dot (30), salah satu peserta aksi menambahkan, aturan baru tersebut semakin mempersulit pencairan jaminan kesejahteraan bagi buruh. Saat ini saja, dia dan puluhan rekannya yang pernah bekerja di sebuah usaha restoran ternama di Yogyakarta, sudah merasakan kesusahan dalam pencairan JHT. 

Read More

“Saya resign pada Juni 2021 setelah bekerja selama tujuh tahun, tapi sampai sekarang belum bisa mencairkan JHT padahal persyaratan sudah lengkap. Alasannya karena dari pihak perusahaan masih ada tunggakan,” tutur pria asal Bojonegoro ini.

Dia mengaku butuh dana itu segera cair lantaran akan digunakan untuk modal usaha. Saat menerima audiensi peserta aksi demo, Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi mengatakan, keputusan terkait usulan pencabutan Permenaker 2/2022 merupakan kewenangan pusat. Namun begitu, pihaknya tetap akan merangkum hasil diskusi Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit dari semua kabupaten/kota untuk diteruskan ke pusat.

“Begitu pembahasan Tripartit tingkat kabupaten/kota selesai, kita akan mengadakan di level provinsi lalu disampaikan ke kementerian. Sejatinya, pengusaha juga tidak diuntungkan, banyak HRD yang kebingungan dengan peraturan tersebut,” ungkap Aria.

Pihaknya sendiri baru mendapatkan sosialisasi setelah pemberitaan terkait regulasi itu menjadi viral. Sampai saat ini, baru dilaksanakan dua kali sosialisasi secara daring bersama seluruh provinsi di Indonesia.”Kita sebenarnya masih butuh penjelasan seperti apa JKT dan JKP. Termasuk jika ada pertanyaan minimnya peluang bekerja di sektor informal sehingga memilih wirausaha, lantas bagaimana kalau mau mengambil JHT,” urainya.

Oleh karena itu, dia berharap skema dan urutan penyampaian JHT dan JKP dituntaskan terlebih dulu.

Related posts

Leave a Reply