JOGJA, SMJogja.com – Cerita tentang dampak tidak menyenangkan membangun rumah tembok di Dusun Beteng, Kelurahan Margoagung Kecamatan Seyegan, kini mulai pudar. Masyarakat perlahan berani membuat bangunan permanen dan tak ada korban.
”Dulu ada cerita ketika salah seorang warga membangun permanen, tiba-tiba ada korban jiwa. Mungkin karena itulah hingga pada masa itu masyarakat tidak berani melanggar pantangan,” tutur Kepala Dusun, Nurul Hidayati.
Pada perkembangannya, tidak terdata secara pasti, masyarakat Dusun Beteng beralih ke bangunan permanen dinding tembok. Namun sepengetahuannya pada 1985an masyarakat sudah mulai merintis dan beralih dari bangunan kayu ke bangunan tembok.
”Alhamdulilah tidak ada sesuatu yang tidak diinginkan. Kemudian di tahun 1989 saat saya mulai menjadi kadus rata-rata masyarakat mulai membangun permanen ditambah ada bantuan dari pemerintah melalui program bedah rumah,” paparnya.
Sudah Tawar
Menurutnya saat ini pantangan tersebut sudah menjadi hal yang tawar bagi masyarakat sekitar. Dalam artian, merfeke mempercayai adanya hal itu namun tidak menjadi landasan dalam membangun rumah.
Data di dusun, dari jumlah kepala keluarga sebanyak 560, rata rata rumahnya sudah permanen. Memang, masih ada beberapa yang menggunakan gedhek. Jumlahnya bisa dihitung jari, sekitar lima rumah dan akan mendapat bantuan bedah rumah.
Tisak sedkiit orang yang penasaran pada tradis rumah gedheki. Banyak orang datang menemuinya untuk melakukan penelitian, pembuatan film dokumenter hingga sekadar penasaran dan ingin jalan-jalan.
”Banyak yang datang seperti mahasiswa yang melakukan penelitian, media, dan pembuatan film. Sudah ada dua film yang dibuat dengan latar belakang Dusun Beteng,” imbuh Nurul.
Nah, ingin melihat dari dekat dusun tersebut? Silakan ke Jogjakarta dan buka peta wisata, akan muncul lokasi Dusun Beteng dengan berbagai cerita menariknya.