JOGJA, SMJogja.com – Berbagai tekanan akibat pandemi Covid-19 bisa menjadi salah satu pemicu kejahatan jalanan. Banyak anak mengalami perubahan dinamika dalam kehidupannya mulai dari keluarga, sekolah dan lingkungan.
Dosen UGM Muhammad Nur Rizal mengungkapkan hal itu menanggapi maraknya kejahatan jalanan oleh anak dan remaja. Menurutnya, dalam situasi yang demikian kompleks, anak sulit memenuhi kebutuhan ruang ekspresi diri.
”Manusia membutuhkan aktualisasi diri. Namun, anak muda tidak punya ruang untuk berekspresi di sekolah, keluarga, maupun lingkungan sekitarnya,” ujar Rizal.
Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung sepenuhnya secara daring, banyak ruang untuk berekspresi, berkarya, dan berinteraksi hilang. Demikian juga ruang interaksi di lingkungan masyarakat. Anak banyak menghabiskan waktu di rumah.
”Sayangnya, banyak keluarga tidak memiliki relasi yang baik. Orang tua mengalami efek pandemi dan terpuruk secara ekonomi sehingga mereka lupa membangun kedekatan dan komunikasi yang intensif dengan anak,” papar inisiator Gerakan Sekolah Menyenangkan tersebut.
Persoalan Baru
Padahal, anak juga mengalami banyak persoalan baru sehingga perlu mendapat perhatian dan pendampingan. Hal ini membuat relasi antara anak dan orang tua semakin jauh, dan anak melarikan diri ke dunia teknologi. Risikonya, sebagian terpapar dampak negatif teknolgi.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, menurutnya, membawa sejumlah perubahan pada perilaku kejahatan. Termasuk halnya kejahatan jalanan yang sebelumnya lebih banyak secara berkelompok, saat ini aksi tersebut berlangsung secara individual.
Ada sejumlah pendekatan untuk mencegah remaja terlibat aktivitas negatif kejahatan jalanan. Salah satunya menciptakan lingkungan yang positif. Ia menjelaskan lingkungan positif merupakan lingkungan yang memberi rasa aman bagi siswa untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kodratnya. Selain itu, ada peran masyarakat yang terkecil dalam membangun kegiatanpartisipatif.
”Sekolah dan keluarga perlu membangun penalaran dan kesadaran anak, memperbanyak ruang refleksi dalam proses belajar. Perlu pula mendorong anak untuk mengenali potensi, keunikan, serta emosinya,” tandas Rizal. Ia berharap anak tidak boleh teralienasi dari masyarakat.