JAKARTA, SMJogja.com – Kemunculan lembaga negara tambahan seperti komisi atau badan lain, karena lembaga formal tak mampu menyelesaikan persoalan. Kehadiran KPK misalnya, muncul karena ketidakpuasan masyarakat atas aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.
Kendati demikian, tidak semua persoalan harus ada lembaga sendiri. Masyarakat pun bisa menggantikannya. Seperti pada pemilihan umum, sebenarnya cukup hanya menjadi kewenangan KPU sedangkan urusan pengawasan bisa melibatkan masyarakat.
Dosen Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Endang Sulastri mengungkapkan hal itu dalam Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah. Seminar berlangsung secara daring dan luring terbatas.
Ia memaparkan setelah amandemen UUD 1945, terjadi perubahan besar dalam struktur kelembagaan negara. Salah satunya, tumbuh subur lembaga-lembaga negara yang independen dengan dasar hukum konstitusi, UU, bahkan ada yang hanya dengan keputusan presiden.
”Amandemen memunculkan banyak nama lembaga. Penambahan lembaga negara biasanya terbentuk berdasarkan isu parsial, insidental, dan respon khusus terhadap suatu persoalan,” ujar Endang.
Kembali ke UUD 1945
Ia mengatakan contoh lain lembaga negara tambahan seperti KPU, Bawaslu, Komnas HAM, KPAI dan lain-lain. Namun ia mempertanyakan lembaga-lembaga negara tambahan tersebut. Mereka terbukti efektif menyelesaikan ragam masalah spesifik sesuai dengan tupoksinya atau malah sebaliknya.
”Dalam beberapa kasus, lembaga-lembaga itu malah memunculkan masalah baru seperti kasus cicak vs buaya. Karenanya, dalam menata ulang lembaga negara tambahan perlu kiranya kembali kepada UUD 1945,” tandas Endang.
Ia menegaskan lembaga-lembaga negara tambahan tidak boleh lepas dari konstitusi, termasuk soal fungsi dan kedudukannya. Mengembalikan prinsip lembaga negara tambahan pada konstitusi agar menciptakan tatanan yang lebih ramping dan efisien. Tujuannya, tidak boros anggaran.
Kaji Ulang
Dalam penyelenggaraan pesta demokrasi berdasarkan Pasal 22E UUD 1945, misalnya, penyelenggara pemilu ”suatu komisi pemilihan umum”. Berdasarkan hal itu. lahir tiga lembaga negara tambahan yang mengurus yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Menurutnya lebih baik unsur pemilu cukup hanya KPU. Masyarakat bisa menggantikan fungsi pengawasan Bawaslu. Sehingga tidak perlu membuat lembaga baru untuk semua urusan. Hanya hal-hal yang penting.
Banyak lembaga negara tambahan yang tidak efektif dan efisien. Endang Sulastri agar para penyelenggara negara melakukan kajian ulang secara komprehensif. Langkah tersebut sebagai upaya memperjelas tupoksi supaya tidak terjadi tumpang tindih lintas lembaga.
”Biarkan masyarakat memliki ruang untuk berpartisipasi nyata dalam melakukan sosialisasi, advokasi, dan pengawasan,” imbuhnya.