Tragis, Perdagangan Orang Paling Banyak Menimpa Pekerja Migran

impinan LPSK dan aktivis Komunitas Sahabat Saksi Korban melepas belasan merpati menandai peringatan Hari Anti Perdagangan Manusia se-Dunia di Titik Nol Yogyakarta, Minggu (31/7/2022) / Amelia Hapsari

YOGYAKARTA, SMJogja.com – Selama tahun 2021, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima 147 permohonan terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kasus tertinggi menimpa pekerja migran Indonesia (PMI) yakni sebanyak 71 permohonan.
Beberapa negara tujuan PMI yang menjadi korban perdagangan orang antara lain Irak, Suriah, dan Turki. Selain pekerja migran, human traficking juga banyak menimpa korban dengan modus eksploitasi seksual. Jumlahnya ada 51 permohonan dimana sebagian besar korban dipekerjakan di tempat hiburan.


“Secara umum, semua korban TPPO mendapatkan eksploitasi dalam bentuk tidak mendapatkan gaji yang mencukupi,” ungkap Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat acara peringatan Hari Anti Perdagangan Manusia se-Dunia di Titik Nol Yogyakarta, Minggu (31/7).


Kelompok perempuan dan anak juga menjadi perhatian lembaganya. Pasalnya, mereka rentan menjadi korban perdagangan manusia yang bertujuan eksploitasi seksual dan tenaga kerja. Eksploitasi ini meliputi prostitusi, pornografi, layanan seksual di bar dan hotel, panti pijat, serta bisnis hiburan lainnya.


Tahun lalu, LPSK mendampingi 168 terlindung perempuan dan 39 anak. Kondisi tersebut, lanjut dia, tidak lepas akibat faktor pandemi. “Anak menjadi korban eksploitasi pada sektor pekerja hiburan dan pekerja seks komersial. Biasanya, korban tergiur iming-iming uang dan pekerjaan formal,” ujarnya.

Read More


Hasto melanjutkan, perkembangan teknologi informasi dan media sosial berperan penting dalam proses perekrutan. Dari hasil penelusuran, banyak korban direkrut melalui media sosial dan aplikasi online.


Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menambahkan, program perlindungan pada TPPO terbagi atas 450 program layanan. Dari 10 jenis program perlindungan yang menjadi hak saksi dan korban terdapat tujuh program perlindungan yang dimanfaatkan meliputi pemenuhan hak prosedural (219 terlindung), restitusi (177 terlindung), bantuan hidup sementara (16 terlindung), dan rehabilitasi psikologis (15 terlindung).


Terkait restitusi bagi korban TPPO, sepanjang tahun lalu, LPSK telah melakukan penghitungan sebesar Rp 5 miliar, dan yang dikabulkan oleh hakim sejumlah Rp 3,2 miliar. Namun dari total nilai restitusi yang dikabulkan hakim tersebut hanya Rp 230 juta yang dibayarkan oleh pelaku.


“Mayoritas pelaku lebih memilih menjalankan pidana kurungan pengganti dibandingkan membayar restitusi. Hal ini memang sudah diatur di dalam pasal 50 (4) UU Nomer 21 Tahun 2007,” terangnya.

Related posts

Leave a Reply