Waspadai Antraks, Silent Killer

Dr Agung Budiantoro SSi MSi / ist

SUDAH tiga nyawa melayang dan 93 orang yang dinyatakan positif akibat terkena penyakit antraks di Kapanewon Semanu, Gunungkidul. Antraks merupakan penyakit zoonosis, suatu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia (ataupun sebaliknya). Penyebabnya bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini dapat menular ke manusia bisa melalui luka di permukaan kulit (cutan), menghirup spora bakteri antrax (inhalasi), bisa juga karena memakan daging/limpa dari ternak yang terkena antraks (oral).

Kasus yang terjadi di Semanu, Gunungkidul karena masyarakat memakan daging sapi yang terkena antraks. Selain itu, juga saat membedah sapi yang terkena anthraks maka spora antraks bisa menyebar terhirup orang di sekitarnya.

Sejarah antraks menyerang manusia diperkirakan sudah terjadi sejak 4.000 tahun sebelum masehi di Mesir, dengan ciri penderitanya menderita bisul kehitaman yang dapat pecah menimbulkan borok. Antraks secara keilmuan modern ditemukan Heinrich Hermann Robert Koch pada tahun 1877, empat tahun berselang (1881) Louis Pasteur menemukan vaksin yang efektif untuk Antraks.

Kasus anthrax di Indonesia tercatat sejak zaman penjajahan Belanda yaitu terjadi di daerah Teluk Betung, Lampung pada tahun 1884. Bakteri ini dapat bertahan hidup di tanah selama puluhan tahun. Saat ini di Indonesia ada 11 provinsi yang menjadi daerah endemis antraks meliputi; Sumatera Barat, Jambi, DKI Jakarta (Jaksel), Jawa Barat (Kota-Kab. Bogor, Kota Depok), Jawa Tengah (Kota Semarang, Kabupaten Boyolali), NTB (Sumbawa, Bima), NTT (Sikka, Ende), Sulawesi Selatan (Makassar, Wajo, Gowa, Maros), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, serta Papua.

Read More

Pada tahun 2003 muncul kasus antraks di Kabupaten Sleman, DIY yang dapat tertangani dengan baik. Walaupun dapat tertangani dengan baik, tetapi Bacillus anthracis dapat membentuk endospora apabila bakteri berada di luar tubuh hostnya atau pada tubuh host yang telah mati yang bisa bertahan di tanah puluhan tahun.

Antraks juga sebagai silent killer yang harus terus diwaspadai karena tanah yang tercemar endospora bakteri Bacillus anthracis merupakan sumber infeksi dan bersifat bahaya laten. Pasalnya, dapat terserap akar tumbuh-tumbuhan hingga mencapai daun maupun buahnya. Akibatnya berpotensi menginfeksi ternak yang memakannya.

Pencegahan Masif

Atas dasar hal tersebut, tidak mengagetkan jika pada tahun 2017 muncul lagi kasus antraks di Kabupaten Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul. Pada pertengahan tahun tahun 2019, Gunungkidul membuat video khusus yang menyatakan aman menyenangkan dan bebas dari antraks atas setelah sebelumnya ditemukan hewan positif di Kapanewon Karangmojo.

Akan tetapi pada tahun akhir tahun 2019 dan juga tahun 2022 terjadi kasus antraks di Kapanewon Ponjong. Tahun 2022 penyakit tersebut di Ponjong menyebabkan 11 ekor sapi serta empat ekor kambing mati. Pada tahun yang sama (2022) terdapat 23 orang yang dilaporkan mengalami kasus antraks kulit di kawasan Ponjong.

Kapanewon Ponjong berbatasan langsung dengan Kapanewon Semanu, tempat kasus terjadinya kematian tiga warga karena antraks minggu lalu. Kita berharap tidak ada penambahan korban jiwa atas kasus yang terjadi.

Pemerintah pusat maupun daerah, sektor kesehatan maupun peternakan serta kesehatan hewan sudah melaksanakan dan pengendalian antraks secara intensif, terintegrasi yang berkelanjutan. Program pengendalian antraks melalui berbagai cara, vaksinasi pada hewan ternak di kawasan yang terjadi kasus.

Penyuluhan ke masyarakat tentang ciri-ciri penyakit antraks jika menyerang ternak serta manusia, serta agar masyarakat tidak memakan daging hewan ternak yang sakit. Kampanye Pemeirntah Gunungkidul juga sudah masif sejak 2019 dengan pembuatan berbagai video edukasi tentang penyakit itu.

Kendati demikian, mengapa masyarakat tetap memakan daging sapi yang sakit atau mati karena terkena antraks? Apakah karena kurang pengetahuan atau kenekadan? Hal yang perlu didalami oleh pemerintah daerah sehingga tidak akan terjadi lagi kasus sama di waktu-waktu mendatang. Semoga kasus kematian karena antraks di Gunungkidul menjadi kasus yang terakhir sehingga daerah tersebut benar-benar bebas dari antraks.

  • Penulis, Dr Agung Budiantoro SSi MSi, Dosen Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Terapan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Related posts

Leave a Reply